Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2020

"Nak, Tolong Jangan Korupsi"

                            Ilustrasi : parade.com Setiap akhir semester, Tuan Guru sibuk menginput data evaluasi hasil belajar anak didiknya ke aplikasi berbasis informasi teknologi (IT). E-raport. Saat mengimput nilai anak didiknya di aplikasi berisi penilaian keterampilan, pengetahuan, sikap spiritual dan sosial. Sesekali, Tuan Guru, mengintip status media sosial (mdesos) karibnya. Tuan guru tertarik, video yang diupload di status  media sosial. Video itu, menarik. Pesan itu disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.  Mantan Mendikbud itu, meminta ibu di Indonesia agar berpesan kepada anak-anaknya agar tak korupsi. "22 Desember, kita rayakan Hari Ibu, sekarang saya ingin undang untuk kita ubah. Bukan mengirimkan pesan pada Ibu, tapi saya mengundang para ibu untuk mengirim pesan pada anak-anaknya." "Sampaikan kepada mereka Nak Tolong Jangan Korupsi. Rahim ibumu, bukan calon tempat koruptor. Buat ibumu bangga, jangan buat ibumu malu."  "Jika kita bisa me

"Rencana Sebelum Bencana"

ilustrasi. Idntimes.co Hari ini, (Senin, 21 Desember 2020), saya membaca koran PAREPOS, saya tertarik dengan judul berita utama di halaman satu, "Pemerintah Harus Siap Hadapi La Nina". Sekira sebelas tahun yang lalu, sedikit bernostalgia, saya pernah menjadi relawan Hope Worldwide Indonesia bersama Community Based Disaster Risk Reduction (RBDRR) dalam program Rencana Sebelum Bencana, di Sumatera, tepatnya di Kota Batam. Selama dua tahun lebih, saya bersama tim relawan bergelut di program itu,  mengedukasi warga agar selalu meningkatkan kesiapsiagaan, mengurangi setiap risiko bencana. Saat ini, kita belum memiliki teknologi mencegah bencana alam. Kita  sulit mencegah, bisa kita bisa dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan. Sikap kesiapsiagaan yang tinggi,  mengurangi risiko bencana. Kini,  masyarakat harus bersiaga hadapi dampak La Nina.  Pemerintah telah memberikan edukasi yang baik, selalu menjaga lingkungan agar  selalu bersih. Bersih-bersih lingkungan setiap hari Jumat

Sokko Bolong

Sabtu, 19 Desember, sang surya nampak malu-malu, menampakkan dirinya dari ufuk. Suhu pagi itu  cukup hangat. Di ujung timur garis horison, terlihat awan tebal, masih menyelimuti pegunungan. Nampaknya rinai akan membasah bumiku beberapa hari ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Bmkg), prediksi hujan masih mengguyur Kota Parepare dan sekitarnya, beberapa hari ke depan. Matahari mulai menghangatkan bumi yang basah selama tiga hari terakhir, diguyur hujan. Membuatku butuh kehangatan.  Berita banjir dan meluapnya Salo Karajae, dan sebagian warga di bilangan Bacukiki harus mengungsi menjadi isu hangat di berbagai media, baik media cetak, media siber, maupun media sosial. Saya berdoa semoga hujan membawa keberkahan dan penambah rezeki bagi kita semua. "Aaminn," doaku. Suhu dingin selama tiga hari ini membangkitkan selera makanku. Bahkan makin membuncah, ingin menikmati sokko bolong (ketan hitam). Pagi-pagi, istri saya menyediakan menu yang sudah kurindukan itu. M

Tarik Sis.... Semongko

    ilustrasi: mainmain.id Sejak sepekan terakhir, Tuan Guru sangat sibuk. Smartphone di tangannya tak pernah lepas. Matanya terus menatap layar handphone miliknya.  Smartphone miliknya terus berdering, Tuan Guru, sabar melayani pertanyaan anak didik dan orang tua. Pertanyaan sederhana dan sering ditanyakan saat belajar tatap muka. "Pak kapan kita ujian semester, adami (ada) jadwalnya," tanya anak didik Tuan Guru via Whatshapp (WA) pribadi. "Ujian semester ganjil, Senin, 14 Desember. Jadwalnya sudah dishare via WA grup. Sila dibaca," jawab Tuan Guru. "Saya keluar dari grup Pak, saya WA baru, HP saya yang dulu rusak," ujar anak didiknya lagi. Tuan Guru kembali mengirimkan link bergabung di grup kelas. Lalu Tuan Guru menyimpan smartphone di meja, belum lagi rebahan, HP kembali berdering, anak didiknya mengirim pesan. "Siapa ini," tanya anak didik. "Maaf ini siapa," Tuan Guru bertanya balik. "Saya....dari kelas delapan. Siapa ini.

"Saya Sudah Bosan Pak"

                                ilustrasi : tirto.id Pagi itu, Tuan Guru datang ke sekolah lebih cepat, berharap koneksi internet dengan laptopnya bisa lebih cepat. Maklum jaringan internet di rumahnya terganggu, mungkin pengaruh cuaca. Pengajaran jarak jauh (PJJ), berlangsung lancar, meski di google classroom dan Whatshapp Grup (WAG) sudah sepi.  Tuan Guru berharap, anak didiknya sibuk persiapkan diri mengikuti Penilaian Akhir Semester (PAS). Ya, hanya belasan anak didik yang aktif berdiskusi di room , tanpa sekat itu. Saat room baru dibuka, kesabaran Tuan Guru  diuji. Seperti biasa, ia membuka pembelajaran dengan mengirimkan pesan berisi nasihat kepada anak didiknya.  Tuan Guru selalu meminta anak didiknya menjalankan protokol kesehatan dengan jaga jarak, pakai masker, rajin cuci tangan, dan menerapkan pola hidup sehat.   " Assalamu alaikum warohmatullahi wabarokatuh , salam sejahtera bagi kita semua. Semoga nanda semua dalam keadaan sehat walafiat. aaminn... Tetap semangat,

Selamat Kepada Pemenang

    ilustrasi : (etipelangijiwa.blogspot. com) Rabu, 9 Desember 2020, hari bersejarah bagi 270 daerah. Rakyat di daerah itu, akan memiliki pemimpin baru, tentu misi dan visi yang baru pula. Sejahterakan rakyat. Pagi di hari bersejarah itu, bumi dibasahi rinai, "mengusik" jalannya pemilihan pemimpin. semoga menjadi pertanda baik bagi rakyat lima tahun ke depan.  Rinai itu pecah di halaman, lalu berkumpul menuju di parit, mengalir bersama menuju laut, sungai, danau, dan lainnya. Lalu menguap kembali, melalui proses kondensasi sehingga tercipta rinai.  Angin membawa awan yang berisi butir-butir air menuju lokasi yang suhunya lebih rendah. Lalu jatuh ke bumi. Saya berharap, peserta Pilkada  dan tim sukses bisa seperti rinai, saling menghargai, berkumpul bersama, dan menyatu demi kepentingan rakyat.   Meski berasal dari sumber yang beda, tetapi selalu bersama-sama menuju laut dan menguap menjadi rinai kembali membasahi bumi dengan penuh damai.  Di daerah saya, tak menggelar Pilkad

Dipanggil Mendadak

  Ilustrasi : amongguru.com Tuan Guru bersama sembilan tenaga pendidik, diminta ke sekolah. Panggilan mendadak itu disampaikan via Whatshap Grup (WAG), diminta datang tepat waktu, pukul 10.00. Kami diminta mengikuti protokol kesehatan dengan ketat, mengenakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Tuan Guru datang tepat waktu, sepuluh menit sebelum acara dimulai. Tapi, Pak Kepala Sekolah, ternyata datang lebih awal. Pertemuan dipindahkan ke ruang guru, lebih luas. "Saya bertanya-tanya, apa gerangan yang akan dibahas," gumamku dalam hati. Pengeras suara, infocus, dan laptop sudah disediakan, presentasi dimulai. Kami diminta menilai kinerja guru, teman sejawat kami. Tugas ini dimulai tahun depan. "Ibu dan Bapak, sengaja saya panggil membantu sekolah, melakukan penilaian kinerja guru-guru kita," katanya. "Sedangkan, penilaian kinerja Ibu Bapak, saya yang  nilai," kata Pak Kepala Sekolah. Kami pun hanya saling tatap. Hasil PKG, kata dia, sangat penting. Data ini

"Saya Bukan Pembantu"

                                       ilustrasi. Net Ide cerita ini, saya dapat di beberapa website (domokrasi. co. id). Saya edit beberapa bagian,  agar sesuai kondisi kekinian. "Kriiiing," alarm berbunyi, seorang Ibu terbangun, menatap jam dinding tergantung di ruang tengah, jarum jam menunjukkan pukul 04.45. Bergegas menuju kamar mandi, cuci muka, dan berwudhu. Suara azan Subuh terdengar,  menembus dinding rumah. Suara ayam berkokok memecah kesunyian subuh itu. Ibu salat sunat dua rakaat, lalu lanjutkan salat fardu Subuh, ia khusyuk berdoa. Usai berdoa, putrinya terbangun, sang Ibu pun meminta si bungsu salat Subuh. Lalu Ibu itu, menuju dapur, menyediakan sarapan buat keluarganya, suami dan anak-anaknya.  Saat memasak, putrinya datang menghampirinya. "Ibu masak, apa," tanyanya. "Masak ikan dan ayam goreng, buat sarapan. Biar sehat dan tambah cerdas," jawab Ibu menghibur anaknya. Saat menemani Ibunya memasak, ia bertanya kepada Ibunya. "Kenapa Ibu

Sejuta Kata Lebih Bermakna Satu Perbuatan

                              Siang itu, Sabtu, 5 Desember, saya baru saja tiba di rumah, istirahat, makan dan salat. Telepon seluler berdering, ada keluarga dari Sengkang, mau silaturahmi.  Saya mengirimkan google map, memandu mereka agar menemukan alamat rumah dengan cepat, tepat, dan tanpa kesasar, meski penunjuk arah milik mbah google, kadang-kadang keliru juga. Setelah 15 menit menunggu, keluarga ditunggu, tiba di rumah. Saya dan keluarga melayani dengan baik. Ngobrol dan saling menanyakan kabar.  Pewaktu menunjukkan pukul 13.30, tiba-tiba telepon selulerku berdering, saya menatap layar smartphone, Dr Hj Nurhayati memanggil. Di balik telepon, ia meminta saya ke Gedung Balai Ainun, di Jalan Abdul Jalil Habibie. "Assalamualaikum, iye bu doktor, siap perintah," kataku. "Kalau ada waktuta (waktu) Nak, ke Gedung Balai Ainun sekarang, naskah cerita sudah banyak terkumpul. Tinggal, kita (saya) Nak ditunggu," pintanya. Saya pamit, keluarga yang bertamu ditemani istri.

Sedekah dan "Anggur Kuning"

Setiap pagi, saya  jogging, selain meregangkan otot-otot juga menghirup udara segar, agar badan makin  bugar di tengah pandemi  Corona Virus Disease (Covid-19). Patuhi protokol kesehatan, jaga kebersihan, jaga jarak, cuci tangan setelah beraktivitas di luar rumah, dan pakai masker untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Korona. Jumat, 4 Desember, putriku Aisyah bersama bundanya jalan pagi, sekaligus beli nasi kuning, buat sarapan. Pagi itu ia tertarik menu nasi kuning. Saat perjalanan pulang, Aisyah tertarik sebuah tumbuhan merambat di pinggir jalan, buahnya mulai menguning dan pembungkus buah juga mengering. Di kampung saya, buah itu saya sebut anggur kuning. Buah kecil bulat, isinya mirip markisa. Namanya Markisa Hutan, rasanya manis. Tumbuhan itu tumbuh liar di semak. Aisyah memetik buah markisa hutan dan bawa pulang bersama nasi kuning dan kue. Tanaman Passiflora foetida itu tumbuh liar, seperti di hutan, pesisir pantai, sawah atau ladang terbuka.  Buahnya bisa dimakan. Menurut

Bukan Tamu Biasa

Kamis, 3 Desember, pewaktu menunjukkan pukul 11.00, cuaca cukup terik, posisi matahari mendekati ekuator (pertengahan) langit, kegiatan belajar mengajar via aplikasi Zoom di samping rumah, berakhir lebih cepat. Putriku Aisyah yang mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ), di samping rumah, pindah ke dalam rumah. Dari depan rumah, terdengar suara cukup ramai. Istri saya mengintip dari jendela, tiga mobil jenis minibus parkir. Para penumpang turun dari mobil, lalu membuka pintu pagar. "Assalamualaikum," ucap salah seorang tamu mengucapkan salam, sambil buka pintu pagar. "Waalaikummusalam, masuki (masuk)" jawab istri saya, bergerak jemput tamu di depan rumah. Tamu itu, bukan tamu biasa, mereka mengendarai mobil dinas dan pribadi. Nampak Kepala Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan (PKP), Wildana. Selain itu Mantan Kepala Kantor Ketahanan Pangan, Rostina, mantan Anggota DPRD Kota Parepare, Nurhanjayani, dan sejumlah pengurus organisasi perempuan lainnya. Istri saya pe

Desember

     Ilustrasi. Net Pagi itu, di Awal Desember 2020,   matahari tampak malu  beranjak dari peraduan,  udara pagi di sekitar perbukitan Bacukiki sejuk, awan terlihat gelap. Rinai rintik seolah menyambut pagi. Menjelang siang, suhu atmosfer naik, keringat mulai bercucuran. Pada sore hari, matahari turun ke garis cakrawala, suhu udara kembali normal, sekira 28 derajat celcius. Ya, suhu normal di daerah beriklim tropis Kini, musim hujan mulai melanda berbagai daerah di Indonesia, termasuk, Kota Parepare.  Kota kecil yang ramah dan rumah  bagi semua. Saat malam hari, lampu penuh warna-warni, manjakan mata. Saat sore, saya merapikan buku-buku di rak yang berantakan dan tak teratur. Selalu dijamah selama pandemi.  Di tengah menata buku, saya menemukan  amplop putih, di ujung kiri, bagian atas tertulis tinta hitam, "Heril'.  Sebenarnya bukan nama saya, tapi tujuan surat itu saya. Surat itu saya simpan dengan rapi. Surat itu kelak jadi kenangan manis, saat kalender berpindah ke 2021. S