Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Masih Berkutat Nilai

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, luncurkan program Merdeka Belajar dengan mengganti Ujian Nasional (UN) menjadi Asesment Kompetensi Minimum (AKM) dan mengurangi beban guru yang selama ini sibuk mengurusi administrasi. Saat ini, paradigma pembelajaran peserta didik di sekolah harus berubah. Kini, pembelajaran masih berkutat soal ranking atau nilai. Pembelajaran, mestinya dimulai membangun karakter anak agar memiliki kecakapan berpikir kritis, mampu mengemukakan ide dan gagasan. Setiap penerimaan hasil belajar peserta didik (raport), guru mengumumkan peringkat anak didik. Peraih nilai tertinggi mendapatkan bingkisan atau penghargaan dari sekolah.  Penghargaan itu, memberikan motivasi peserta didik lainnya agar terus belajar. Tokoh pendidikan, Ki Hajar Dewantara, mencontohkan, tuntunan segala kekuatan kodrat yang ada pada peserta didik. Pendidikan itu memberikan keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Sistem pendidikan kita sebenarnya lepas dari pemahaman me

Nasihat Diri

Rabu, 13 Februari 2020. Tuan Guru, bangun lebih pagi. Usai salat Subuh, duduk di ruang tengah, mengenakan sarung, sambil membaca buku ditemani segelas susu kambing. Maklum hari itu, Tuan Guru harus mengajar delapan jam di tiga kelas berbeda di sekolahnya.  Segelas susu kambing, menjadi penghangat tubuh sekaligus penambah stamina di hari itu. Saat matahari baru saja beranjak dari peraduan, sinarnya berlahan muncul dari ufuk, mulai menyalai bumi.  Tuan Guru bergegas, mengantar putrinya ke sekolah, sekaligus berangkat ke sekolah menunaikan tugas pengabdian. Tuan Guru tiba di sekolah lebih awal dari anak didiknya. Kali ini, ia tidak berdiri di depan gerbang sekolah menyambut generasi penerus itu datang menimba ilmu.  Tuan Guru memilih duduk bersantai di taman di bawah pohon rindang, Pohon Beringin, menikmati udara segar yang dikeluarkan dari tumbuhan kloroplas (hijau daun) itu. Kendaraan hilir mudik di jalan raya, suara sempritan petugas kepolisian di jalan raya sahut-sahutan, mengat

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k

Berkomunikasi tanpa Peddi Ati

Pagi itu, Tuan Guru, datang lebih pagi dari anak didiknya. Di pagi buta itu harus berdiri di depan gerbang sekolah, ia bersama sahibnya menunggu sang pelanjut generasi datang menimbah ilmu. Tuan Guru bersemangat, sesekali menanyakan kabar anak didik dan orang tua anak didik.   "Halo, apa kabar, sehat," tanya Tuan Guru, sambil menyalami anak didiknya sesaat setelah turun dari kendaraan bersama orang tuannya.  "Baik Pak, alhamdulillah," jawabnya.  "Tetap semangat yah," nasihat Tuan Guru. Satu per satu anak didik disalami dan menanyakan kabarnya dan menasihatinya, terkadang Tuan Guru harus turun tangan merapikan baju anak didiknya yang lusuh.  Suasana pembinaan karakter di sekolah itu berlangsung tiap pagi. Jam menunjukkan pukul 07.15 Wita, anak didiknya berkumpul di lapangan sekolah, pembina eskul meminta anak didik mengeluarkan buku fiksi yang sudah dipesan sehari sebelumnya.  Kegiatan literasi membaca pun dimulai. Suasana hening, anak didik membaca dal