Langsung ke konten utama

"Saya Bukan Pembantu"


                                       ilustrasi. Net

Ide cerita ini, saya dapat di beberapa website (domokrasi. co. id). Saya edit beberapa bagian,  agar sesuai kondisi kekinian.

"Kriiiing," alarm berbunyi, seorang Ibu terbangun, menatap jam dinding tergantung di ruang tengah, jarum jam menunjukkan pukul 04.45.

Bergegas menuju kamar mandi, cuci muka, dan berwudhu. Suara azan Subuh terdengar,  menembus dinding rumah. Suara ayam berkokok memecah kesunyian subuh itu.

Ibu salat sunat dua rakaat, lalu lanjutkan salat fardu Subuh, ia khusyuk berdoa. Usai berdoa, putrinya terbangun, sang Ibu pun meminta si bungsu salat Subuh.

Lalu Ibu itu, menuju dapur, menyediakan sarapan buat keluarganya, suami dan anak-anaknya. 

Saat memasak, putrinya datang menghampirinya. "Ibu masak, apa," tanyanya.

"Masak ikan dan ayam goreng, buat sarapan. Biar sehat dan tambah cerdas," jawab Ibu menghibur anaknya.

Saat menemani Ibunya memasak, ia bertanya kepada Ibunya.

"Kenapa Ibu harus bangun subuh untuk mengerjakan semua, masak, mencunci, bersih rumah," tanya si bungsu.  

"Mencuci, memasak, bersihkan rumah itu sebenarnya kewajiban Ayahmu," kata sang Ibu.

"Kenapa Ibu bangun subuh mengerjakan semua," tanyanya lagi.

"Dengar baik-baik anakku, saya memasak, mencuci, bersihkan rumah setiap hari, membantu Ayahmu," jawabnya.  

Si bungsu makin bingung, tapi mengagumi keikhlasan dan pesona Ibunya.

"Mengapa ibu sendiri kerjakan, tanpa dibantu Ayah," tanya lagi.

"Ayahmu tak bisa mengurusi rumah semua, makanya Ibu bantu kerjakan. Ini bukan kewajiban Ibu. Ibu juga  bukan pembantu," jawabnya.

"Saya lakukan ini, karena saya mencintai Ayahmu, kamu, dan kakakmu. Saya mencari ridho suamiku."

"Membantu Ayahmu mengerjakan pekerjaan rumah itu ladang pahala bagi Ibu. Ibu ingin selamat di akhirat, kelak," nasihatnya.  
 
"Kelak, setelah kamu berkeluarga, kamu jangan menuntut hak dan kewajiban. Tapi, mulailah saling menjaga."

"Menjaga keharmonisan keluarga, kasih sayang, cinta, dan persahabatan," ujarnya.

Berlombalah bersama suami berbuat yang terbaik. Wanita berbuat yang baik untuk suami dan anak-anaknya.

Lelaki yang keren mencari nafkah buat keluarga. Impian membangun rumah tangga itu kan sampai Surga.

Di pagi buta itu, sang Ibu, menasihati buah hatinya agar selalu berbuat baik. Manfaatkan daya kita untuk kebaikan, sesuai skill dan hobi. 

"Kurangilah kegiatan yang kurang bermanfaat, seperti bermain smartphone hingga larut malam, agar salat Subuhmu terjaga."

Gunakan gawaimu dengan hal-hal baik agar tidak kecanduan smartphone. Manfaatkanlah smartphone sebagai ladang pahala. 

"Jika sudah cinta, menghasilkan keindahan, maka hak dan kewajiban sudah lebur, hampir tidak ada. Sudah masuk wilayah lebih agung, makam cinta," kata Buya Yahya dalam sebuah ceramahnya.

"Jika Anda masih bicara hak dan kewajiban dengan pasangan, maka Anda rendah. Belum ada keindahan," katanya.

Mengerjakan semua pekerjaan dengan ikhlas, tinggalkan wilayah menuntut. Masuklah wilayah cinta dan keindahan.

Cuci baju, menanak nasi, bersih rumah, bukan tugas istri. Suami memiliki tanggung jawab mencari nafkah dan mengurus kebutuhan dapur.

"Tapi, mana kasih seorang istri. Keterlaluan kalau ada istri tak cucikan baju dan masak buat suaminya dan anak-anaknya."

"Jangan sekali-kali merasa menjadi pembantu pasanganmu. Wahai istri jadilah pembantu buat suami. Wahai para suami jadilah pembantu buat istrimu. Ujungnya adalah puncak keindahan dan keagungan," nasihat Buya Yahya.  (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...