Hari ini, (Senin, 21 Desember 2020), saya membaca koran PAREPOS, saya tertarik dengan judul berita utama di halaman satu, "Pemerintah Harus Siap Hadapi La Nina".
Sekira sebelas tahun yang lalu, sedikit bernostalgia, saya pernah menjadi relawan Hope Worldwide Indonesia bersama Community Based Disaster Risk Reduction (RBDRR) dalam program Rencana Sebelum Bencana, di Sumatera, tepatnya di Kota Batam.
Selama dua tahun lebih, saya bersama tim relawan bergelut di program itu, mengedukasi warga agar selalu meningkatkan kesiapsiagaan, mengurangi setiap risiko bencana.
Saat ini, kita belum memiliki teknologi mencegah bencana alam. Kita sulit mencegah, bisa kita bisa dilakukan adalah meningkatkan kesiapsiagaan.
Sikap kesiapsiagaan yang tinggi, mengurangi risiko bencana. Kini, masyarakat harus bersiaga hadapi dampak La Nina.
Pemerintah telah memberikan edukasi yang baik, selalu menjaga lingkungan agar selalu bersih. Bersih-bersih lingkungan setiap hari Jumat juga telah digalakkan.
Kita harus bersiap hadapi dampak La Nina, seperti banjir dan angin kencang.
Saya hanya ingin berandai-andai, jika kita peduli kebersihan lingkungan di sekitar kita, maka saya yakin tak ada banjir atau genangan air.
Air akan mengalir ke tempat lebih rendah, menuju laut atau sungai, tanpa hambatan.
Jika kita bersihkan sampah yang menumpuk di drainase, di depan rumah kita masing-masing, maka air akan mengalir ke tempat yang lebih rendah dengan lancar, tak meluber masuk rumah kita.
Jika aliran air tertimbun sampah di depan rumah kita, maka air akan mencari jalan sendiri, menuju tempat rendah. Salah satu sifat air adalah mengalir ke tempat lebih rendah.
Saya berharap, dampak La Nina, segera berlalu, kita harus menyiapkan rencana sebelum bencana, tingkat kesiapsiagaan. Buanglah sampah plastik di tempatnya, bukan di drainase.
Ayo bersihkan saluran air di sekitar kita. Minimal kita bersihkan drainase di depan rumah kita. Tak perlu menunggu pemerintah bergerak. Berhentilah saling menyalahkan.
Bersihkan drainase dari tumpukan sampah, agar air akan mengalir deras menuju laut atau sungai.
Setiap akhir tahun, cuaca ekstrem kerap melanda negeri kita. Para pakar menyebut , ini efek La Nina.
Fenomena ini disebabkan adanya gangguan atmosfer global. Suhu muka air laut di Samudra Pasifik lebih dingin jika dibandingkan dengan kondisi normal.
Saya kutip di Harian PAREPOS, Prakiraan Cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar, Rizky Yudha mengatakan, hasil pantauan indeks ENSO di NINO 3.4 bernilai -0.81 derajat.
Kondisi ini akan memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan intensitas hujan harian di wilayah Indonesia, khususnya di Indonesia bagian timur.
"Selain dari La Nina sendiri, aktivitas monson Asia juga mulai menguat. Pantauan indeks ENSO di NINO 3.4 bernilai -0.81 derajat memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan hujan," katanya.
Fenomena La Nina diperkirakan terjadi sampai bulan Maret hingga April 2021, dengan kekuatan semakin melemah.
Jadi kita harus bersiap, tingkatkan kesiapsiagaan agar risiko bencana bisa dikurangi.
Wali Kota Parepare, Taufan Pawe, telah memerintahkan, jajarannya agar siaga bencana 24 jam, membantu warga jika ada yang terdampak.
Saat ini Kota Parepare dan wilayah sekitarnya menghadapi cuaca ekstrem seperti angin kencang, dan hujan deras.
"Kondisi kebencanaan di Kota Parepare berisiko tinggi terjadinya bencana seperti angin kencang, banjir, tanah longsor. Kita butuh penanggulangan bencana yang terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh," katanya.
Masyarakat diminta, berpartisipasi, bersihkan sampah di lingkungan kita dan laporkan ke Posko Call Center 112 jika mengetahui terjadinya cuaca ekstrim yang bisa berakibat fatal. (*)
Komentar