Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2020

Adu Cepat

Virus Corona membuat geger jagat raya. Diskusi virus mematikan itu, menjadi menu di berbagai sudut-sudut kota, seperti warung kopi, pos ronda, hingga di ruang kelas.  Cerita virus Wuhan itu, membuat suasana di tempat istirahat Tuan Guru, di bawah pohon palem, kian ramai. Di saat menikmati, udara segar pagi itu, sohib Tuan Guru, mulai serius bahas asal-muasal virus Corona.   "Akhir-akhir ini, saya menikmati sajian berita televisi dan koran yang beritakan virus Corona. Katanya Corona ditularkan dari kelelawar. Padahal, zaman dulu, sering makan buah sisa dari kelelawar, tapi tidak ada yang kena virus Corona," katanya.    Mendengar cerita itu, Tuan Guru menasihati sohibnya agar tidak menelan secara mentah-mentah berita virus Corona. Biarkan otoritas berwenang melakukan kajian ilmiah, mengungkap sumber, cara penularan, dan pengobatannya.  "Kita tunggu saja," jawabnya.   "Semua jenis virus itu, menyerang tubuh saat kurang fit atau daya tahan tubuh turun. Jadi, jagaki

Tak Bersahabat Lagi?

Guratan di dahi Tuan Guru, terlihat jelas. Kacamata berlensa negatif yang dikenakan turun secara berlahan menuju ujung batang hidung.  Pagi itu, Tuan Guru menatap wajah anak didiknya cukup serius. Kacamatanya bertengger manis di hidungnya yang minimalis, terus bergerak ke bawah.  Tuan Guru gusar, risau. Teori ekosistem yang pernah dia ajarkan pada anak didiknya berlahan mulai runtuh.  Tuan Guru harus mengupdate pengetahuannya tentang teori ekosistem lagi. Buaya dan manusia tidak masuk dalam rantai dan jaring-jaring makanan dalam sebuah ekosistem.  "Tapi, mengapa buaya dan manusia sering terlibat konflik," kata Tuan Guru dalam hati.   "Benarkah itu Pak berita ada nelayan diterkam buaya muara di Salo Karajae, saya baca di medsos Pak," tanya anak didiknya, sesaat sebelum mulai pelajaran.    "Benar, ada nelayan yang lagi mencari ikan digigit kakinya buaya muara di Salo Karajae," jawab Tuan Guru, tersenyum sambil menatap wajah anak didiknya.  "Ternyat

"Wartawan Medsos"

Tuan Guru bersama sohibnya duduk di samping kolom ikan, menikmati suara gemercik air yang dipompa dari mesin dinamo.  Menikmati oksigen hasil fotosintesis di bawah teduh pohon palem. Tuan Guru kaget, gegara sohibnya datang membawa kabar berita berupa sebuah video pendek yang membuat gusar.  Video itu, berisi prediksi cuaca, setelah banjir melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan.   "Pak coba lihat ini, penjelasan soal cuaca tiga hari ke depan, masih ada hujan ringan dan hujan lebat," katanya, sambil perlihatkan video itu kepada Tuan Guru yang lagi menikmati istirahat 30 menit di bawah pohon palem.   "Sekarang semua orang bisa buat begitu (video) Pak. Pastikan informasi cuaca berasal dari lembaga resmi atau otoritas yang berwenang," kata Tuan Guru sambil menggaruk kepalanya yang mulai memutih itu.   Tuan Guru mengingatkan sohibnya agar tidak percaya semua video, foto, berita di media sosial. Banyak yang tidak diverifikasi dan dikonfirmasi kebenarannya.   Ter

Rencana Sebelum Bencana

                            Ilustrasi : Pemprov DKI Jakarta Saat menikmati waktu istirahat 30 menit di sekolahnya. Tuan Guru, browsing berita cuaca menggunakan smartphone miliknya, tiba-tiba ia didatangi anak didiknya.   "Maaf Pak mengganggu sebentar, saya mau bertanya." Tuan Guru persilakan anak didiknya bertanya,"Apa itu cuaca ekstrem Pak," tanyanya sambil duduk.  Anak didik Tuan Guru itu dikenal kritis dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi di sekolahnya. Sambil mengusap rambutnya yang mulai memutih itu, ia berpikir sejenak, menjawab pertanyaan anak didiknya.   Selama ini, Tuan Guru selalu menjadi tempat curhat bagi anak didik, bertanya soal sains dan fenomena alam. Pertanyaan anak didik itu, sederhana, tapi aktual dan faktual, sesuai kondisi kekinian.  "Jadi cuaca ekstrem itu fenomena meteorologi yang ekstrem dalam sejarah iklim. Fenomena cuaca yang mempunyai potensi menimbulkan bencana alam," jawab Tuan Guru.   "Oohh begitu Pak, saya sudah p

Panre Bessi di Tengah Produk Modern

                                                     salah satu hasil karya panre bessi "Tang, tang, tang," suara besi berdentang dipukul memecah keheningan sore itu, di sebuah kampung di Desa Massepe, Kecamatan Rellu Limpoe, Kabupaten Sidrap. Sang empu (Panre Bessi) atau pandai besi, Basri terus memukulkan palu godam ke sebuah batang besi yang telah dipanaskan di sebuah tungku yang membara.   Kedua matanya tak berkedip, tertuju pada titik yang sama, besi berbentuk persegi berukuran sekira 20 centimeter (cm) itu. Nyala bara api, memerah pada besi itu menunjukkan tingkat kepanasan yang sangat tinggi.  Kini besi siap dibentuk. Para Panre Besi seperti Basri, harus benar-benar jeli, agar godam yang dipukulkan tepat sasaran yang sama tidak saling bertumbukan dan model yang diinginkan bisa terbentuk.  Basri harus ekstra hati-hati. Ia memiliki peran sangat vital dan tanggung jawab paling berat dalam pekerjaan itu. Tangan kirinya harus kuat menjepit besi membara, sementara tangan

Gerakan 1821

                                           FGD di kampus IAIN Parepare   Saat sang surya kembali ke peraduan, anggota keluarga Tuan Guru sudah berada di rumah, ia bersama dua putrinya bergegas ke masjid. Salawat menggema di masjid menembus dinding-dinding rumah.  Saat tiba di masjid, Tuan Guru menunaikan salat sunat dua rakaat (tahyatul masjid), lalu duduk bersandar di sebuah tiang masjid sambil berzikir, menunggu azan Magrib.  Jemaah masjid semakin banyak berdatangan. Anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut, mulai mengisi saf-saf yang kosong. Mereka duduk menanti wakut salat Magrib tiba.  Anak-anak bermain di halaman masjid.  Saat azan dikumandangkan anak-anak tanpa aba-aba, mereka kor masuk di masjid. Setelah salat Magrib, Tuan Guru bersama putrinya, kembali ke rumah. Jam dinding menunjukkan pukul 18.30 Wita, Tuan Guru meminta anak-anaknya menempati ruang tengah.   "Ayo kumpul. Duduk melingkar, bawa buku. Wifi, televisi, dan gedget, dimatikan. Ayo kita dengarkan cerita