Langsung ke konten utama

Sokko Bolong



Sabtu, 19 Desember, sang surya nampak malu-malu, menampakkan dirinya dari ufuk. Suhu pagi itu  cukup hangat.

Di ujung timur garis horison, terlihat awan tebal, masih menyelimuti pegunungan. Nampaknya rinai akan membasah bumiku beberapa hari ke depan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Bmkg), prediksi hujan masih mengguyur Kota Parepare dan sekitarnya, beberapa hari ke depan.

Matahari mulai menghangatkan bumi yang basah selama tiga hari terakhir, diguyur hujan. Membuatku butuh kehangatan. 

Berita banjir dan meluapnya Salo Karajae, dan sebagian warga di bilangan Bacukiki harus mengungsi menjadi isu hangat di berbagai media, baik media cetak, media siber, maupun media sosial.

Saya berdoa semoga hujan membawa keberkahan dan penambah rezeki bagi kita semua. "Aaminn," doaku.

Suhu dingin selama tiga hari ini membangkitkan selera makanku. Bahkan makin membuncah, ingin menikmati sokko bolong (ketan hitam).

Pagi-pagi, istri saya menyediakan menu yang sudah kurindukan itu. Maklum selama tiga hari ini, tak bisa keluar, terlahalang rinai terus membasahi bumi. 

Semoga tanaman kian subur dan petani bisa meningkatkan produksinya.

Menu sokko hitam pun tersaji di meja, masih terbungkus daun pisang, bebas festisida. Menu itu dipadu parutan kelapa setengah tua, sambel dicampur ikan teri, mangga, dan telur bebek di belah dua.

Selera makanku meningkat dan ingin segera melahapnya. Tapi saya harus bersabar sejenak.

"Tunggu dulu, tunggu dulu," pinta istri saya, sambil mengambil smartphone, menu itu dijepret,  diupload di status Whatshapp miliknya.

Sebaiknya sebelum melahap menu favorit, di foto dulu. Setelah itu, berdoa agar apa yang kita konsumsi bermanfaat bagi tubuh.

Orang tua kita mengajarkan setiap mulai sesuatu sebaiknya berdoa, minimal membaca basmalah agar apa yang kita kerjakan menjadi berkah. (*)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...