Langsung ke konten utama

Postingan

Dipanggil Mendadak

  Ilustrasi : amongguru.com Tuan Guru bersama sembilan tenaga pendidik, diminta ke sekolah. Panggilan mendadak itu disampaikan via Whatshap Grup (WAG), diminta datang tepat waktu, pukul 10.00. Kami diminta mengikuti protokol kesehatan dengan ketat, mengenakan masker, jaga jarak, dan cuci tangan. Tuan Guru datang tepat waktu, sepuluh menit sebelum acara dimulai. Tapi, Pak Kepala Sekolah, ternyata datang lebih awal. Pertemuan dipindahkan ke ruang guru, lebih luas. "Saya bertanya-tanya, apa gerangan yang akan dibahas," gumamku dalam hati. Pengeras suara, infocus, dan laptop sudah disediakan, presentasi dimulai. Kami diminta menilai kinerja guru, teman sejawat kami. Tugas ini dimulai tahun depan. "Ibu dan Bapak, sengaja saya panggil membantu sekolah, melakukan penilaian kinerja guru-guru kita," katanya. "Sedangkan, penilaian kinerja Ibu Bapak, saya yang  nilai," kata Pak Kepala Sekolah. Kami pun hanya saling tatap. Hasil PKG, kata dia, sangat penting. Data ini

"Saya Bukan Pembantu"

                                       ilustrasi. Net Ide cerita ini, saya dapat di beberapa website (domokrasi. co. id). Saya edit beberapa bagian,  agar sesuai kondisi kekinian. "Kriiiing," alarm berbunyi, seorang Ibu terbangun, menatap jam dinding tergantung di ruang tengah, jarum jam menunjukkan pukul 04.45. Bergegas menuju kamar mandi, cuci muka, dan berwudhu. Suara azan Subuh terdengar,  menembus dinding rumah. Suara ayam berkokok memecah kesunyian subuh itu. Ibu salat sunat dua rakaat, lalu lanjutkan salat fardu Subuh, ia khusyuk berdoa. Usai berdoa, putrinya terbangun, sang Ibu pun meminta si bungsu salat Subuh. Lalu Ibu itu, menuju dapur, menyediakan sarapan buat keluarganya, suami dan anak-anaknya.  Saat memasak, putrinya datang menghampirinya. "Ibu masak, apa," tanyanya. "Masak ikan dan ayam goreng, buat sarapan. Biar sehat dan tambah cerdas," jawab Ibu menghibur anaknya. Saat menemani Ibunya memasak, ia bertanya kepada Ibunya. "Kenapa Ibu

Sejuta Kata Lebih Bermakna Satu Perbuatan

                              Siang itu, Sabtu, 5 Desember, saya baru saja tiba di rumah, istirahat, makan dan salat. Telepon seluler berdering, ada keluarga dari Sengkang, mau silaturahmi.  Saya mengirimkan google map, memandu mereka agar menemukan alamat rumah dengan cepat, tepat, dan tanpa kesasar, meski penunjuk arah milik mbah google, kadang-kadang keliru juga. Setelah 15 menit menunggu, keluarga ditunggu, tiba di rumah. Saya dan keluarga melayani dengan baik. Ngobrol dan saling menanyakan kabar.  Pewaktu menunjukkan pukul 13.30, tiba-tiba telepon selulerku berdering, saya menatap layar smartphone, Dr Hj Nurhayati memanggil. Di balik telepon, ia meminta saya ke Gedung Balai Ainun, di Jalan Abdul Jalil Habibie. "Assalamualaikum, iye bu doktor, siap perintah," kataku. "Kalau ada waktuta (waktu) Nak, ke Gedung Balai Ainun sekarang, naskah cerita sudah banyak terkumpul. Tinggal, kita (saya) Nak ditunggu," pintanya. Saya pamit, keluarga yang bertamu ditemani istri.

Sedekah dan "Anggur Kuning"

Setiap pagi, saya  jogging, selain meregangkan otot-otot juga menghirup udara segar, agar badan makin  bugar di tengah pandemi  Corona Virus Disease (Covid-19). Patuhi protokol kesehatan, jaga kebersihan, jaga jarak, cuci tangan setelah beraktivitas di luar rumah, dan pakai masker untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Korona. Jumat, 4 Desember, putriku Aisyah bersama bundanya jalan pagi, sekaligus beli nasi kuning, buat sarapan. Pagi itu ia tertarik menu nasi kuning. Saat perjalanan pulang, Aisyah tertarik sebuah tumbuhan merambat di pinggir jalan, buahnya mulai menguning dan pembungkus buah juga mengering. Di kampung saya, buah itu saya sebut anggur kuning. Buah kecil bulat, isinya mirip markisa. Namanya Markisa Hutan, rasanya manis. Tumbuhan itu tumbuh liar di semak. Aisyah memetik buah markisa hutan dan bawa pulang bersama nasi kuning dan kue. Tanaman Passiflora foetida itu tumbuh liar, seperti di hutan, pesisir pantai, sawah atau ladang terbuka.  Buahnya bisa dimakan. Menurut

Bukan Tamu Biasa

Kamis, 3 Desember, pewaktu menunjukkan pukul 11.00, cuaca cukup terik, posisi matahari mendekati ekuator (pertengahan) langit, kegiatan belajar mengajar via aplikasi Zoom di samping rumah, berakhir lebih cepat. Putriku Aisyah yang mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ), di samping rumah, pindah ke dalam rumah. Dari depan rumah, terdengar suara cukup ramai. Istri saya mengintip dari jendela, tiga mobil jenis minibus parkir. Para penumpang turun dari mobil, lalu membuka pintu pagar. "Assalamualaikum," ucap salah seorang tamu mengucapkan salam, sambil buka pintu pagar. "Waalaikummusalam, masuki (masuk)" jawab istri saya, bergerak jemput tamu di depan rumah. Tamu itu, bukan tamu biasa, mereka mengendarai mobil dinas dan pribadi. Nampak Kepala Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan (PKP), Wildana. Selain itu Mantan Kepala Kantor Ketahanan Pangan, Rostina, mantan Anggota DPRD Kota Parepare, Nurhanjayani, dan sejumlah pengurus organisasi perempuan lainnya. Istri saya pe

Desember

     Ilustrasi. Net Pagi itu, di Awal Desember 2020,   matahari tampak malu  beranjak dari peraduan,  udara pagi di sekitar perbukitan Bacukiki sejuk, awan terlihat gelap. Rinai rintik seolah menyambut pagi. Menjelang siang, suhu atmosfer naik, keringat mulai bercucuran. Pada sore hari, matahari turun ke garis cakrawala, suhu udara kembali normal, sekira 28 derajat celcius. Ya, suhu normal di daerah beriklim tropis Kini, musim hujan mulai melanda berbagai daerah di Indonesia, termasuk, Kota Parepare.  Kota kecil yang ramah dan rumah  bagi semua. Saat malam hari, lampu penuh warna-warni, manjakan mata. Saat sore, saya merapikan buku-buku di rak yang berantakan dan tak teratur. Selalu dijamah selama pandemi.  Di tengah menata buku, saya menemukan  amplop putih, di ujung kiri, bagian atas tertulis tinta hitam, "Heril'.  Sebenarnya bukan nama saya, tapi tujuan surat itu saya. Surat itu saya simpan dengan rapi. Surat itu kelak jadi kenangan manis, saat kalender berpindah ke 2021. S

JI Pertahankan Budaya Islami dan Riset

                                           Harlah kedua Prodi JI di Pantai Lowita 2019 Tahun lalu (2019), saya bersama mahasiswa  dan Ketua Prodi Jurnalistik Islam, Dr Muhammad Qadaruddin, peringati hari lahir Prodi JI, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Parepare yang kedua di Pantai Lowita.  Saat itu, saya didaulat berbagi cerita soal terik menulis dengan gaya bertutur. Semua perwakilan mahasiswa hadir menyemarakkan harlah JI. Meski sederhana, tapi suasana akademik dan ritual budaya Islam tetap terasa. Para mahasiswa tetap melakukan reset kecil.  Kini JI sudah menjelma menjadi prodi diminati mahasiswa (i), tempat mengasah  dan menempah diri. Prodi JI menawarkan kurikulum berbasis informasi dan teknologi, mahasiswa bukan hanya diajarkan trik dan tips menulis atau menjadi penulis, tapi mereka berdakwa via media sosial, seperti Youtube di chanel Literacy News, Facebook, Instagram, dan lainnya. Dr Muhammad Qadaruddin, mengatakan, mahasiswa  Prodi JI dilatih menjadi jurnalis