Langsung ke konten utama

Postingan

Bersama Secangkir Kopi

Jika Anda jalan-jalan ke Kota Parepare, maka tak afdol rasanya, tanpa mengunjungi jembatan layang atau Tonrangeng River Side, terutama di malam hari. Jalan layang yang dibangun khusus Pemerintah Kota Parepare itu, menghubungkan akses ke Rumah Sakit Dokter Hasri Ainun Habibie. Di malam hari, lampu-lampu yang didesain khusus memanjakan mata para pengunjung. Tak heran banyak warga dari daerah tetangga memilih mampir sekadar berfoto atau selfi di jembatan tersebut. Selain berselfi ria dan foto dengan spot yang menarik, pengunjung bisa memanjakan mata dengan penuh warna-warni yang menghiasi di jembatan River Side dan Jembatan Sumpang. Bagi penikmat kopi, sejumlah warung kopi siap memberikan rasa khas bagi pengunjungnya. Di lokasi Tonrangeng River Side sudah ada cafe yang siap memanjakan lidah penikmat kopi di malam hari. Kafe yang terbuat dari kontainer siap memanjakan melepas dahaga penikmat kopi. Pengunjung bisa menikmati pemandangan laut dan warna warni lampu di Parepare di malam

Cita Rasa Kopi Kalosi

Kopi Arabika Kalosi, mencuri perhatian bagi penikmat kopi. Kopi yang dikenal sejak abad ke-17 itu memiliki cita rasa yang berbeda dengan kopi lainnya. Arabika Kalosi bertekstur lembut. Saat diseduh mengeluarkan aroma yang tajam. Kopi Arabika Kalosi memiliki mutu yang bagus, cita rasa kopi enak, rasa manis (sweetness), floral dan fragrancess sangat kuat. Membuat pencinta kopi tak pernah puas dengan ciri khas kopi yang tumbuh di pegungan Enrekang itu. Proses pemetikan biji kopi Arabika Kalosi sangat teliti, agar tidak mengikut sertakan biji kopi yang masih mudah. Setelah dipetik biji kopi segar tersebut dibersihkan, pemisahan kulit dengan bijinya, kemudian dikeringkan hingga biji berubah warna menjadi kecoklatan. Kopi specialty Kalosi Enrekang tumbuh di ketinggian optimal 1.100-1.200 meter di atas permukaan laut (dpl). Kopi yang tumbuh pada tanah berkapur menghasilkan kopi dengan kualitas terbaik. Kopi Arabika Kalosi memiliki aroma dan cita rasa yang khas. Kopi ini tumbuh di ler

Inspirasi Keluarga

Pak BJ Habibie pernah berkata, ingin bersama sang istri, Hasri Ainun 100 tahun lagi. Tapi, sang inspirator itu ternyata salah. Pak Habibie akan bersama sang istri tercinta Ainun selamanya, di alam keabadian. Mari kita doakan Pak Habibie dan Ibu Ainun, semoga mendapatkan tempat paling indah di sisiNya. Amin... Saat Monumen Cinta Habibie-Ainun akan diresmikan, tepatnya Selasa, 12 Mei 2015, sejumlah tamu ingin bertemu Pak Habibie di Rumah Jabatan Walikota Parepare. Setelah salat Magrib.  Puluhan tamu di Rujab Walikota menempati kursi yang telah disediakan, para tamu menunggu Pak Habibie keluar dari kamar, tempat ia istirahat. Tak ada yang berani masuk ke kamar itu. Padahal, tak lama lagi acara peresmian Monumen Cinta Habibie-Ainun dimulai. Saat itu, bertepatan peringatan hari ulang tahun pernikahan Habibie dan Ainun ke-53 tahun. "Tak ada yang berani ganggu Pak Habibie, kalau sudah salat Magrib Pak, kami mohon bersabar. Biasanya beliau mengaji dulu, setelah salat Magrib, sampai

Mencari Empati

Saat Anda membaca tulisan ini, mungkin anda marah, senang, tertawa atau tak peduli sehingga tidak melanjutkan membaca.  Tulisan ini hanya menceritakan seorang anak yang masih duduk di bangku SMP.  Sebut saja Bunga, wajahnya pucat, sesekali memegangi perutnya, kepalanya ia baringkan  di atas meja. Tangannya memegang perut, di wajahnya jelas terlihat ia meringis, kesakitan. Dia menahan sakit. Bunga menderita kesakitan pasca menjalani dua kali operasi di bagian perut. Tetapi, ia tetap bersemangat mengikuti pelajaran di  pagi itu. Keluh kesah Bunga membuat temannya sebayanya sebut saja Mawar, prihatin melihat temannya menahan rasa sakit. "Maaf Pak, dia (Bunga) sakit, kambuh lagi sakit perutnya, pernah menjalani dioperasi," katanya menyampaikan ke guru yang mengajar pagi itu. Mendengar informasi itu, guru mendekati bunga dan menanyakan kondisi kesehatan sang anak didik. "Sakit sekali perutku pak," katanya meringis kesakitan, sambil memegang perutnya. Guru pun meminta to

Rezeki Ngepul di Warkop

Demam Piala Duni 2018, melanda semua kalangan di pelosok dunia, termasuk di Kota Parepare, penikmat bola rela begadang menunggu tim jagoannya beraksi di lapangan hijau. Penikmat bola ramai-ramai mendatangi warung kopi (warkop) yang menyajikan acara nonton bareng (nobar) dan menyediakan layar lebar. Momentum ini, dimanfaatkan pemilik warkop menarik minat warga yang ingin menghabiskan malam bersama kopi hangat dan menyaksikan riuhnya pertandingan sepak bola sejagat raya. Kopi khas tersaji  di meja, ditemani dan sejumlah penganan khas bugis ala rakyat. Hangatnya kopi disempurnakan dengan kepulan asap dan aroma nikotin mengepul tanpa dosa menuju ujung langit. Sejumlah lelaki paruh baya duduk berdekatan, mereka berkumpul melepas ketegangan dari aktivitas sepekan. Mereka menjagokan tim dan pemain favoritnya sambil menikmati secangkir kopi kesukaannya. Perbincangan hangat membahas siapa jagoan yang tersingkir bahkan saling bercanda dengan membuat gambar lucu mendeskripsikan  karakter

Syawal Silaturahmi

Satu Syawal disambut dengan penuh kebahagiaan bagi seluruh umat. Tua, muda, dan anak semua bergembira dan bersuka cita. Meraka punya cara tersendiri memaknai datangnya bulan Syawal. Bagi anak-anak di kota menyambut satu Syawal. Mereka menyiapkan strategi khusus dengan membuat kelompok sebelum "menyerang" target yang telah disepakati.  Mereka massiara di rumah-rumah tetangga dengan cara mereka sendiri. Saat tiba, di rumah target, anak-anak meminta izin dengan sopan dan polos ke tuan rumah. "Assalamu Alaikum, Massiara, Massiara, Massiara. Meloka massiara (mau silaturahmi)," kata  sekelompok bocah. Mendengar kata yang pelan dan ragu di balik pintu rumah, tuan rumah membuka pintu dan mengizinkan anak-anak masuk ke rumah. "Mauka  (mau) massiara." Pemilik rumah pun persilakan masuk ke rumahnya dan meminta mencicipi hidangan khas lebaran yang telah disediakan di meja makan."Masuki Nak, silahkan ambil sendiri," ajak tuan rumah. Tapi anak-anak denga

Ritual Massiara Ala Milenial

Suasana Idulfitri di zaman milenial tentu berbeda dengan zaman dulu. Dulu, sehari sebelum salat ied, suara takbir menggema memecah kesunyian dan keheningan malam di desaku. Obor sebagai penerang di malam hari dan sekelompok  anak-anak berbondong-bondong ke masjid mesyiarkan kalimat takbir tasbih, tahmid, dan pujian-pujian kepada sang pencipta, menambah kekhusyukan melepas bulan Ramadan dan menyambut satu Syawal. Sebagian warga berkeliling menganggungkan asma Allah diterangi cahaya obor bersama suara beduk yang ditalu di masjid dan musallah. Anak-anak remaja, memukul beduk dengan irama dan harmoni menghasilkan suara yang unik, membuat suasana hening kampung menjadi riuh. Anak-anak desa di kampung saya biasanya menyambut idulfitri dengan menembakkan meriam. Sebuah senjata mainan terbuat dari bambu dengan bahan bakar minyak tanah, suara meriam terdengar seperti sebuah perang besar, mereka silih berganti menembakkan meriam andalannya. Namun, perang berakhir tanpa korban jiwa, membuat s