Langsung ke konten utama

Postingan

Mencari Empati

Saat Anda membaca tulisan ini, mungkin anda marah, senang, tertawa atau tak peduli sehingga tidak melanjutkan membaca.  Tulisan ini hanya menceritakan seorang anak yang masih duduk di bangku SMP.  Sebut saja Bunga, wajahnya pucat, sesekali memegangi perutnya, kepalanya ia baringkan  di atas meja. Tangannya memegang perut, di wajahnya jelas terlihat ia meringis, kesakitan. Dia menahan sakit. Bunga menderita kesakitan pasca menjalani dua kali operasi di bagian perut. Tetapi, ia tetap bersemangat mengikuti pelajaran di  pagi itu. Keluh kesah Bunga membuat temannya sebayanya sebut saja Mawar, prihatin melihat temannya menahan rasa sakit. "Maaf Pak, dia (Bunga) sakit, kambuh lagi sakit perutnya, pernah menjalani dioperasi," katanya menyampaikan ke guru yang mengajar pagi itu. Mendengar informasi itu, guru mendekati bunga dan menanyakan kondisi kesehatan sang anak didik. "Sakit sekali perutku pak," katanya meringis kesakitan, sambil memegang perutnya. Guru pun meminta to

Rezeki Ngepul di Warkop

Demam Piala Duni 2018, melanda semua kalangan di pelosok dunia, termasuk di Kota Parepare, penikmat bola rela begadang menunggu tim jagoannya beraksi di lapangan hijau. Penikmat bola ramai-ramai mendatangi warung kopi (warkop) yang menyajikan acara nonton bareng (nobar) dan menyediakan layar lebar. Momentum ini, dimanfaatkan pemilik warkop menarik minat warga yang ingin menghabiskan malam bersama kopi hangat dan menyaksikan riuhnya pertandingan sepak bola sejagat raya. Kopi khas tersaji  di meja, ditemani dan sejumlah penganan khas bugis ala rakyat. Hangatnya kopi disempurnakan dengan kepulan asap dan aroma nikotin mengepul tanpa dosa menuju ujung langit. Sejumlah lelaki paruh baya duduk berdekatan, mereka berkumpul melepas ketegangan dari aktivitas sepekan. Mereka menjagokan tim dan pemain favoritnya sambil menikmati secangkir kopi kesukaannya. Perbincangan hangat membahas siapa jagoan yang tersingkir bahkan saling bercanda dengan membuat gambar lucu mendeskripsikan  karakter

Syawal Silaturahmi

Satu Syawal disambut dengan penuh kebahagiaan bagi seluruh umat. Tua, muda, dan anak semua bergembira dan bersuka cita. Meraka punya cara tersendiri memaknai datangnya bulan Syawal. Bagi anak-anak di kota menyambut satu Syawal. Mereka menyiapkan strategi khusus dengan membuat kelompok sebelum "menyerang" target yang telah disepakati.  Mereka massiara di rumah-rumah tetangga dengan cara mereka sendiri. Saat tiba, di rumah target, anak-anak meminta izin dengan sopan dan polos ke tuan rumah. "Assalamu Alaikum, Massiara, Massiara, Massiara. Meloka massiara (mau silaturahmi)," kata  sekelompok bocah. Mendengar kata yang pelan dan ragu di balik pintu rumah, tuan rumah membuka pintu dan mengizinkan anak-anak masuk ke rumah. "Mauka  (mau) massiara." Pemilik rumah pun persilakan masuk ke rumahnya dan meminta mencicipi hidangan khas lebaran yang telah disediakan di meja makan."Masuki Nak, silahkan ambil sendiri," ajak tuan rumah. Tapi anak-anak denga

Ritual Massiara Ala Milenial

Suasana Idulfitri di zaman milenial tentu berbeda dengan zaman dulu. Dulu, sehari sebelum salat ied, suara takbir menggema memecah kesunyian dan keheningan malam di desaku. Obor sebagai penerang di malam hari dan sekelompok  anak-anak berbondong-bondong ke masjid mesyiarkan kalimat takbir tasbih, tahmid, dan pujian-pujian kepada sang pencipta, menambah kekhusyukan melepas bulan Ramadan dan menyambut satu Syawal. Sebagian warga berkeliling menganggungkan asma Allah diterangi cahaya obor bersama suara beduk yang ditalu di masjid dan musallah. Anak-anak remaja, memukul beduk dengan irama dan harmoni menghasilkan suara yang unik, membuat suasana hening kampung menjadi riuh. Anak-anak desa di kampung saya biasanya menyambut idulfitri dengan menembakkan meriam. Sebuah senjata mainan terbuat dari bambu dengan bahan bakar minyak tanah, suara meriam terdengar seperti sebuah perang besar, mereka silih berganti menembakkan meriam andalannya. Namun, perang berakhir tanpa korban jiwa, membuat s

Tebar Kebaikan

Bulan Suci Ramadan, tempat menabur benih kebaikan. Ramadan, ladang amal ibadah. Ramadan, tempat berbagi dengan sesama. Ramadan, madrasah menguji iman dan takwa bagi umat yang  beriman. Ramadan dan lebaran datang serta pergi, setiap tahun. Semoga kita dipertemukan Ramadan berikutnya. Tapi, apakah kita sudah bercermin pada diri sendiri, sebelum ibadah kita dihisap, kelak. Jangan gadai amalan Ramadan dengan sifat ketidakjujuran. Berkata dab berbuat  jujur memang sulit, terkadang orang di sekitar kita menjadi marah. Kejujuran memang kadang tidak memberikan dan menjajikan kemewahan, tapi selalu memberi kedamaian qalbu. Sikap jujur, bukan menjadi pedoman utama sebagian umat, tapi kejujuran selalu memberi kenikmatan hidup. Sikap jujur tak selalu berakhir indah, tapi jujur  selalu diujikan dan diamalkan. Jujur kerkadang terasa susah, tapi bisa diamalkan. Sifat jujur janganlah lekang. Berkata benar muka belakang, jujur harus ikhlas, agar  hidupmu tidak kecewa (Gus Mus). Puasa o

Jadilah Model Kejujuran

Peserta didik harus percaya diri dan jujur mengerjakan soal-soal ujian. Kejujuran merupakan modal utama membangun generasi masa depan yang berkarakter.  Seluruh sistem dan penyelenggara ujian nasional berbasisi komputer (UNBK) dan berbasis kertas wajib memberikan kepastian bisa berjalan jujur, aman, lancar dan nyaman.  Guru dan orang tua perlu membantu anak persiapkan diri menghadapi ujian. Anak didik harus siap mental dan siap akademik agar  lebih tenang dan jangan stres. Orang tua  wajib memberikan motivasi mendapatkan nilai terbaik dengan cara yang benar.  Menurutnya, guru harus menjadi teladan yang paling baik agar anak didiknya tidak berlaku curang saat ujian nasional dan sekolah berlangsung. Ia mengimbau, semua pihak agar mengutamakan sikap jujur. Saat ini, bukan zamannya lagi, anak-anak punya nilai tinggi, tapi tidak jujur. Guru harus menanamkan sikap jujur sejak dini. Biar nilainya kecil yang penting hasil kerja keras peserta didik. Jangan nilai tinggi, tapi me

Rezeki Politik Ngepul

Sang surya baru saja terbit dari ufuk, Jumat, 28 Juli 2017, aktivitas di sebuah warung kopi di bilangan Pasar Senggol riuh, tapi tidak ada saling senggol. Secangkir kopi susu menjadi penghangat tubuh di pagi itu. Kopi khas tersaji  di meja, ditemani Sanggara Balanda dan sejumlah panganan khas bugis ala rakyat. Hangatnya kopi disempurnakan dengan kepulan asap dan aroma nikotin mengepul tanpa dosa menuju ujung langit. Sejumlah lelaki paruh baya duduk berjauhan, mereka berkumpul melepas ketegangan dari aktivitas sepekan. Lelaki paruh baya itu, awalnya tidak saling kenal, masing-masing memegang smartphone kesayangannya. Tanpa saling sapa dan menikmati secangkir kopi kesukaannya. Suasana hening, tiba-tiba berubah menjadi riuh. Saat seorang pengunjung tiba-tiba perlihatkan sebuah berita utama di sebuah surat kabar. Semua saling mendekat dan diskusi tanpa bataspun dimulai. Mereka awalnya banyak yang tidak saling kenal. Akhirnya saling menawarkan sebatang rokok, berlanjut membicarakan