Langsung ke konten utama

Tak Bersahabat Lagi?

Guratan di dahi Tuan Guru, terlihat jelas. Kacamata berlensa negatif yang dikenakan turun secara berlahan menuju ujung batang hidung. 

Pagi itu, Tuan Guru menatap wajah anak didiknya cukup serius. Kacamatanya bertengger manis di hidungnya yang minimalis, terus bergerak ke bawah. 

Tuan Guru gusar, risau. Teori ekosistem yang pernah dia ajarkan pada anak didiknya berlahan mulai runtuh. 

Tuan Guru harus mengupdate pengetahuannya tentang teori ekosistem lagi. Buaya dan manusia tidak masuk dalam rantai dan jaring-jaring makanan dalam sebuah ekosistem. 

"Tapi, mengapa buaya dan manusia sering terlibat konflik," kata Tuan Guru dalam hati. 

 "Benarkah itu Pak berita ada nelayan diterkam buaya muara di Salo Karajae, saya baca di medsos Pak," tanya anak didiknya, sesaat sebelum mulai pelajaran. 
 
"Benar, ada nelayan yang lagi mencari ikan digigit kakinya buaya muara di Salo Karajae," jawab Tuan Guru, tersenyum sambil menatap wajah anak didiknya. 

"Ternyata buaya muara sudah berkonflik dengan manusia Pak," celetuk anak didiknya yang lain. 

 Sambil merapikan kacamatanya yang berlahan melewati batang hidungnya dan mengusap rambutnya mulai memutih itu. 

"Heeeeemmmm," Tuan Guru menghela napasnya dalam-dalam. Guru yang baik harus menjawab pertanyaan anak didiknya. 

"Baik...Pertanyaan yang bagus. Buaya dan manusia biasanya hidup berdampingan. Pada kondisi normal, manusia dan buaya tidak saling mengganggu," katanya. 

Tuan Guru mulai mengeluarkan jurusnya menjawab pertanyaan anak didiknya yang rada-rada HOTS (higher order thinking skills) itu. 

Bagi Tuan Guru, buaya menjadi agresif jika habibitatnya terganggu atau rusak. Saat terganggu, buaya muara menyerang siapapun yang berada di habitatnya agar teritorialnya tetap bisa dipertahankan dari serangan musuh. 

 "Mungkin juga sumber makanannya habis, dia lapar. Apalagi setelah terjadi banjir. Ikan, burung bangau, dan hewan lainnya di sungai yang sering jadi santapannya setiap hari, mungkin hilang," kata Tuan Guru. 

 Meyakinkan anak didiknya lagi, Tuan Guru harus menceritakan pengalamannya di Daerah Aliran Sungai (DAS) Salo Karajae, selama lima tahun terakhir. 

 "Selama lima tahun terakhir, saya sering melihat buaya muara nangkring di pasir di Salo Karajae. Buaya biasanya dua atau tiga berjemur di pasir, mulutnya terbuka lebar," ceritanya. 

Pemandangan itu biasa bagi warga yang sering melintas di jalan raya menuju Watang Bacukiki. Hewan jenis reptil dan berdarah dingin itu berjemur bak bule di Pantai. 

Para nelayan sering melintas di aliran sungai yang tenang, biru, di bawah dedaunan meneduhkan. Nelayan menggunakan perahu motor tidak diganggu. 

Tapi, para penonton buaya muara di pinggir jalan, sibuk mengabadikan peristiwa yang mereka anggap langka. 

 Warga yang hobi mancing, terlihat duduk di emperan sungai di bawah pohon teduh, menghirup, udara segar dari hasil fotosintesis tumbuhan hijau (klorofil). 

 Mereka sabar menunggu umpannya disambar ikan. Mereka tidak pernah diganggu buaya muara. 
 
Beberapa tahun terakhir ini, sejumlah daerah di Indonesia seperti Kalimantan dan Sumatera sering dihebohkan dengan kemunculan buaya di sepanjang aliran sungai. 

 Tuan Guru yakin buaya itu, muncul bukan tersesat. Kemunculan buaya itu, indikasi habitat mereka kini sudah mulai terancam atau rusak. Buaya mulai mencari habitat baru dan makanan. 

 Di laman ksdae.menlhk.go.id, Balai KSDA Kalimantan Barat, menyusuri sungai, menempatkan papan imbauan di sekitar sungai, memasang jaring serta melakukan penyuluhan kepada warga di sekitar sungai. 

Beberapa tahun terakhir, konflik antara manusia dan buaya mengalami pasang surut. 

 Tindakan balas dendam terhadap agresivitas buaya serta rasa takut menyebabkan banyak buaya terbunuh di tangan manusia. 

Prinsip balas dendam menyebabkan korban manusia dan korban buaya berjatuhan. 

Tindakan balas dendam, juga bisa menyebabkan korban pihak ketiga, yaitu upaya konservasi sulit dijalankan. 

 Tuan Guru berharap, upaya "balas dendam" dengan buaya tidak terjadi di Salo Karajae. Ayo bersahabat dengan alam sekitar. 

 Jaga lingkungan, teruskan konservasi agar habitat mahluk hidup di sepanjang aliran Salo Karajae terjaga, sehingga rantai dan jejaring makanan pada ekosistem tidak terganggu. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...