Tuan Guru bersama sohibnya duduk di samping kolom ikan, menikmati suara gemercik air yang dipompa dari mesin dinamo.
Menikmati oksigen hasil fotosintesis di bawah teduh pohon palem.
Tuan Guru kaget, gegara sohibnya datang membawa kabar berita berupa sebuah video pendek yang membuat gusar.
Video itu, berisi prediksi cuaca, setelah banjir melanda sejumlah wilayah di Sulawesi Selatan.
"Pak coba lihat ini, penjelasan soal cuaca tiga hari ke depan, masih ada hujan ringan dan hujan lebat," katanya, sambil perlihatkan video itu kepada Tuan Guru yang lagi menikmati istirahat 30 menit di bawah pohon palem.
"Sekarang semua orang bisa buat begitu (video) Pak. Pastikan informasi cuaca berasal dari lembaga resmi atau otoritas yang berwenang," kata Tuan Guru sambil menggaruk kepalanya yang mulai memutih itu.
Tuan Guru mengingatkan sohibnya agar tidak percaya semua video, foto, berita di media sosial. Banyak yang tidak diverifikasi dan dikonfirmasi kebenarannya.
Ternyata Tuan Guru mulai juga resah, hatinya mulai gamang. Resah karena banyak informasi beredar di dunia tak nyata, tidak valid dan sulit dipertanggung jawabkan.
Kini menjadi konsumsi anak didiknya.
Keresahan Tuan Guru beralasan, informasi beredar di media sosial tidak melalui verifikasi dan konfirmasi sehingga apapun yang diupload di media sosial seolah-olah benar.
"Banyak orang tiba-tiba menjadi wartawan media sosial (medsos), semua hasil rekaman video dan jepretan kamera bisa langsung diupload ke media sosial. Tanpa melalui proses konfirmasi yang benar," kata Tuan Guru kepada sohibnya.
Tuan Guru menyarankan, sohibnya tak percaya berita atau informasi yang belum ada verifikasi dan konfirmasi dari pihak berwenang.
Berita itu, harus akurat dan tepercaya. Tapi ada juga informasi tidak akurat dan tidak tepercaya alias fake news.
Bagi Tuan Guru, informasi bohong atau hoaks itu ada tiga yakni disinformasi, misinformasi, dan malinformasi.
Misinformasi berarti salah informasi. Informasinya sendiri salah, tapi orang yang menyebarkannya percaya informasi itu benar.
Disinformasi adalah informasi palsu yang sengaja disebarkan untuk kepentingan tertentu.
Sedangkan malinformasi, informasinya sebetulnya benar. Biasanya informasi itu digunakan mengancam keberadaan seseorang atau sekelompok orang dengan identitas tertentu. Malinformasi bisa dikategorikan ke dalam hasutan kebencian.
"Lalu bagaimana mengatasi hoaks, " tanya Sohibnya.
"Hati-hati dengan judul berita yang provokatif dan sensasional," jawab Tuan Guru.
"Sebaiknya melusuri dulu dengan cara mencari berita yang serupa dari media resmi. Bandingkan isi keduanya. Jika bertolak belakang, bisa dipastikan berita itu bohong.
"Periksa fakta dari berita yang tersebar, sumbernya dari institusi resmi atau tidak. Fakta merupakan peristiwa yang terjadi dengan kesaksian dan bukti, sedangkan opini merupakan pendapat dari penulis berita sehingga bisa cenderung bersifat subjektif," kata Tuan Guru setelah membaca laman kominfo.go.id.
Tua Guru menyarankan, sohibnya meneliti keaslian foto atau video beredar di medsos, gunakan mesin pencari Google. Caranya adalah dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images.
Catatan Dewan Pers, ada sekitar 43.000 situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita, baru 300 situs terverifikasi sebagai situs berita resmi.
"Kita bisa adukan konten negatif di Kementerian Komunikasi dan Informatika. Caranya adalah dengan mengirimkan e-mail ke alamat aduankonten@mail.kominfo.go.id," katanya. (*)
Komentar