Langsung ke konten utama

Mengukur Rasa?

ilustrasi, siswa pelajar.com

 Saya ditantang teman,  membuat cerita  Sains dengan gaya bertutur, ala Fisika yang berisi pesan moral dan cinta. Hem, agak lebay. Tapi, tak usah lebay.

Tantangan itu saya terima, memaksa saya kembali membaca buku Fisika karangan Prof Yohanes Surya, buku itu saya dapat dari Surya Institut, saat mengikuti pelatihan Eksplorer Fisika dengan fokus Fisika Gasing (Gampang, Asyik dan Menyenangkan) 2007 di Bogor.

Buku itu mengupas fenomena alam, tanpa rumus, memudahkan pembaca memahaminya. Simpel.

Tapi, saya tak mau bahas Fisika Gasing, saya akan bercerita besaran dan satuan. Cerita ini biasa bagi mahasiswa Fisika atau Sains. 

Besaran itu sesuatu yang bisa diukur dan dinyatakan dengan angka atau nilai. Hem, apakah cinta itu besaran, apakah cinta itu bisa diukur, apakah cinta memiliki arah. Entahlah... 

Saat engkau di sampingku, besaran cinta itu akan bertumbuh setiap detik. Memberikan nilai yang  tidak lekang dimakan usia. 

Itu kalau cintanya tulus. Cinta yang tulus tidak membutuhkan satuan untuk bandingkan dari satu hati ke hati yang lain.

Cinta tidak dapat diukur, karena tak punya alat ukur yang standar. Tapi,  Anda bisa mengkurnya, tanyalah pada hatimu. 

Cintaku kepadamu  tidak bisa disetarakan dengan dimensi  besaran dan satuan. Tapi cinta selalu hadir di antara kita berdua.

Cinta tak bisa diuji dengan dua atau lebih besaran besaran Fisika. Cintaku seperti vektor  yang memiliki nilai, meski bukan besaran karena tak bisa diukur, tapi memiliki arah.

Cintaku Bergerak  Lurus Beraturan,  menuju noktah kecil di hatimu. Percayalah cintaku tak akan Bergerak Lurus Berubah Beraturan untuk menuju ke  hati yang lain. 

Membagi dan mengurang  itu akan perkecil, tapi mengali dan menambah perhataian membuat cinta makin bertumbuh.

Jika  Bergerak Lurus Berubah Beraturan, maka cintaku dipercepat, karena cintamu memiliki daya tarik grafitasi bumi, membuat saya jatuh bebas ke hatimu.

Melewati lintasan jarak di  jalur pengorbananku menuju titik itu. Kini, cinta kita terus  berotasi, seperti hukum kekekalan energi. Energi cinta tak bisa diciptakan dan dimusnahkan, tapi hanya  bisa berubah bentuk. 

Cahaya di matamu dibiaskan, sehingga bayanganmu selalu hadir dalam anganku. Bak, pesan Sir Issac Newton atau Hukum Newton Tiga, aksi reaksi.

"Saat aku memberikan rasa, kamu  akan merasakan rasa yang sama. Saat diberikan aksi, akan dibalas dengan reaksi."

Rasa itu melewati sebuah lintasan yang tepat, mengenai suatu titik menimbulkan usikan magnet cinta. 

Ada rasa berbeda, selalu ingin bertemu,  selalu ingin menatap wajahnya, selalu ingin bersama, tak mau dipengaruhi jarak. 

Cinta berjarak, bisa menyebabkan energi berubah. Gaya listrik  sebanding dengan muatan cintanya dan berbanding terbalik dengan jarak. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...