Orang menyebutnya, Janda. Nama itu sudah tersemat dalam dirinya. Organ tubuhnya bolong. Meski sudah bolong, tapi para penggemarnya tetap memburunya.
Tanaman Janda Bolong, banyak yang ingin menikmatinya. Bentuk dan rupa sederhana, sama seperti tumbuhan hijau lainnya. memiliki klorofil (zat hijau daun).
Klorofil itu membantu proses fotosintesis, alat mengambil gas karbon dioksida (CO2). Selain itu juga sumber bahan baku dalam fotosintetis, mengatur penguapan air (transpirasi) dan pernafasan (respirasi) tumbuhan.
Kini harganya fantastik padahal sudah bolong. Saya berharap, semoga segera menemukan sang pangerannya, agar popularitas sebagai Janda Bolong segera berakhir. Paling tidak, bertemu duren alias Duda Keren.
Janda Bolong memang dahsyat, mampu mengalahkan popularitas, si lidah-lidah. Lidah tak bertulang tak mampu bersaing, sebut saja lidah mertua, lidah tetangga, lidah buaya. Eh ada juga katanya Lida pelakor, hahaha.
Tapi tidak setenar Janda Bolong yang sudah menjadi perbincangan hangat di kalangan pencinta bunga-bunga di era Pandemi. Saat ini Janda Bolong mendekati popularitas Korona, mahluk tak kasat mata dari Wuhan, Tiongkok.
Sementara itu, Kangkung Bolong, saip menjadi pesaing si Janda Bolong. Tanaman kangkung non pestisida, kata Dodi Sarjana diposting di akun FBnya.
Kangkung bolong, sengaja berbagi rezeki dengan para belalang dan ulat. Biarlah mereka mencicipi duluan, kami sisanya saja.
Sudah pasti itu makanan sehat, baik bagi para ulat, belalang, maupun kami. Tak ada zat kimia yang menempel di permukaan daun itu.
Sehat itu ternyata murah kan? Tak perlu beli penyemprot hama untuk mengusir ulat dan belalang. Berbagi saja dengan mereka.
Tapi efeknya luar biasa. Kita sehat, tidak sakit-sakitan, hingga tak perlu ke rumah sakit untuk buang-buang uang sebesar harga tanaman Janda Bolong
Ayo gaes tanam kangkung bolong, sikat habis popularitas Janda Bolong. (*)
Komentar