Langsung ke konten utama

Nasihat Diri

Rabu, 13 Februari 2020. Tuan Guru, bangun lebih pagi. Usai salat Subuh, duduk di ruang tengah, mengenakan sarung, sambil membaca buku ditemani segelas susu kambing. Maklum hari itu, Tuan Guru harus mengajar delapan jam di tiga kelas berbeda di sekolahnya. 

Segelas susu kambing, menjadi penghangat tubuh sekaligus penambah stamina di hari itu. Saat matahari baru saja beranjak dari peraduan, sinarnya berlahan muncul dari ufuk, mulai menyalai bumi. 

Tuan Guru bergegas, mengantar putrinya ke sekolah, sekaligus berangkat ke sekolah menunaikan tugas pengabdian. Tuan Guru tiba di sekolah lebih awal dari anak didiknya. Kali ini, ia tidak berdiri di depan gerbang sekolah menyambut generasi penerus itu datang menimba ilmu. 

Tuan Guru memilih duduk bersantai di taman di bawah pohon rindang, Pohon Beringin, menikmati udara segar yang dikeluarkan dari tumbuhan kloroplas (hijau daun) itu. Kendaraan hilir mudik di jalan raya, suara sempritan petugas kepolisian di jalan raya sahut-sahutan, mengatur arus lalulintas, biar tak macet. Anak-anak datang ke sekolah menyapa gurunya di pagi itu. Mereka mencium tangan guru. 

Pembiasaan pendidikan karakter seperti ini, mesti dibiasakan setiap hari agar kelak anak-anak Indonesia menjadi generasi cerdas dan berakhlak mulia. Pagi itu, peserta didik dan Tuan Guru bersemangat belajar. Mereka belajar soal kehidupan, memahami mekanisme bernafas. 

"Tumbuhan hijau daun menyerap karbon dan mengeluarkan oksigen di siang hari. Tapi di malam hari, tumbuhan mengeluarkan karbon," kata Tuan Guru di hadapan anak didiknya. 

 "Rawatlah tumbuhan agar kita tetap bisa bernafas dengan baik. Satu pohon tumbuhan itu bisa menyuplai oksigen untuk empat orang dan jangan berada di bawah pohon di malam hari karena tumbuhan mengeluarkan gas karbon," Itulah pelajaran pagi itu. 

Usai mengajar di fase pertama, Tuan Guru memilih istirahat sambil membaca buku di perpustakaan. Buku dibaca kali ini, Menginstal Minat Baca Siswa, karya Taufani C.K. Maklum minat baca anak Indonesia sangat tertinggal jauh. 

 Menurut data UNESCO, tahun 2016, minat baca masyarakat Indonesia memprihatinkan, hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca (kominfo.go.id). Riset Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). 

 Padahal, 60 juta penduduk Indonesia memiliki gadget, atau peringkat kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget. Minat baca buku rendah, tapi data wearesocial per Januari 2017,mengungkap, orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari. Tidak heran, urusan kecerewetan di media sosial, orang Indonesia berada di urutan lima dunia. 

Hem, juara deh. Saat asyik masyuk membaca, sohibnya datang menghampirinya. "Assalamu Alaikum, apa kabar bro," tanyanya. "Waalaikum mussalam, alhamdulillah sehat bro. Sila duduk," jawab Tuan 
Guru sambil berdiri meminta sohibnya duduk. 

Diskusi kecil-kecilpun dimulai, Sohibnya bertanya."Jika Anda dikejar anjing, maka apa yang kamu lakukan," tanya sohib Tuan Guru. "Saya lari, duduk di jalan, atau saya lempar batu. Anjingnya pasti kabur," jawabnya. 

 "Bagaimana kalau anjingnya galak dan agresif, tidak takut dan terus mengejar," tanyanya lagi. Semua terdiam. "Tangani anjing, cukup beritahu tuannya, pasti anjing takut sama tuannya," katanya, sambil tertawa. 

 "Lalu bagaimana dengan manusia, apakah takut sama Tuhannya. Ayo kita nasihati diri sendiri. Lima waktu kadang kita tidak disiplin, bekerja kadang tak disiplin," katanya, sambil beranjak dari tempat duduknya, menuju ke kelas. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...