Langsung ke konten utama

Berperan bukan Baperan


Sampena hari guru nasional kali ini, sangat sederhana. Tuan Guru cukup buat status saja, selamat hari guru. Semoga tuan-tuan dan ibu guru terus  berdedikasi serta menginspirasi anak didiknya.

Tak ada lagi guru bertugas sebagai pengibar bendera peringati hari guru, demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19. 

Enyahkan Covid dengan jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan. Jangan lupa tersenyum. Senyum guru dinanti anak didik. Semoga Covid segera berlalu.

Saya hanya berbagi cerita, cerita ini mungkin biasa bagi kita, tapi luar biasa bagi orang lain.

Beberapa tahun lalu, Tuan Guru mengundang  orang tua ke sekolah, selain bahas  perkembangan anak didik  juga menerima hasil belajar siswa selama satu semester. 

Tuan Guru datang ke sekolah lebih pagi. Kali ini, ia tak berdiri di depan gerbang sekolah, menyambut generasi penerus bangsa. 

Tuan Guru bersama anak didiknya memilih beres-beres kelas. Persiapkan segala sesuatu, menyambut orang tua di sekolah. Ruang kelas disapu dan dipel, diberikan pengharum, meja dan kursi ditata rapih.

Kemudian, Tuan Guru duduk di depan, sambil mengecek satu per satu raport, dia susun sesuai abjad. 

Pewaktu sudah menunjukkan pukul 08.30, baru beberapa orang tua datang memenuhi undangan Tuan Guru, saat itu dipercaya menjadi wali kelas.

Tuan Guru membagikan hasil evaluasi belajar (rapor) anak didiknya, satu per satu orang tua dipanggil ke depan.

Diskusi kecil antara guru dan orang tua bahas capaian anaknya selama satu semester dan nasihat agar anak didik lebih giat belajar lagi.

Tiba-tiba ada orang tua menanyakan prestasi anaknya. Pertanyaan orang tua membuat Tuan Guru kaget.

"Rangking berapa anakku Pak," tanyanya kepada Tuan Guru, saat menyodorkan rapor yang dibungkus map tebal berwarna biru.

"Maaf Bu, saya tak tulis di rapor agar anak-anak bisa belajar dan berdiskusi bersama, tanpa ada merasa paling pintar dan kurang pintar," jawabnya, sambil perlihatkan prestasi anak didik.

"Saya berusaha mendidik anak-anak secara berkelompok. Dan memecahkan masalah bersama-sama. Kami tidak mendidik anak bagaimana strategi bersaing menjadi yang terbaik secara individu," kata Tuan Guru.

Orang tua itu, diam sejenak. Ia kembali bertanya, "Di kelas sebelumnya ditulis rangkingnya Pak, ditulis."

Tuan Guru membuka rapor anak didiknya, ia tak menemukan kolom rangking, hanya menemukan kolom baru yang dibuat guru.

Guru menambahkan kolom rangking, menghargai prestasi dan memenuhi keinginan orang tua.

"Saya mendidik anak Ibu pembentukan karakter, pecahkan masalah bersama-sama, sehingga tak ada yang merasa paling hebat, semua merasa berperan dan tidak ada baperan," nasihatnya.

Bagi Tuan Guru, anak didik harus diajarkan bekerja secara tim, bukan individu agar kelak bisa membentuk tim terbaik menyelesaikan persoalan bangsa.

Sebaliknya, kata Tuan Guru, anak- anak yang bersaing secara individu untuk mendapatkan keinginannya, ia tak memiliki  sikap empati dan peduli. Pokoknya misi tercapai.

Seorang guru harus menginspirasi anak didiknya, mendidik mereka teknik bekerjasama, pecahkan soal. Memberikan teladan dan nasihat yang baik agar mereka terus belajar  dan tidak takut salah. 

Anak-anak yang berhasil di masa depan, kata Tuan Guru, adalah anak yang diajar orang tua dan guru-guru luar biasa, bukan bergantung dari sekolah besar dan terkenal.

Bagi Tuan Guru, anak-anak tak butuh guru cerdas dan pintar, tapi butuh guru yang mampu mengispirasi.

Guru menginspirasi mampu menanamkan kepedulian dan empati terhadap orang lain.

Sikap empati bisa ditanamkan guru jika membangun hubungan yang bermakna dengan anak didik. Anak didik butuh  diperhatikan dan dipahami.

Guru mengapresiasi anak didiknya di luar prestasi akademik dapat membantu mereka meningkatkan kemampuan peduli  dengan orang lain.

Guru berdedikasi dalam mengajar, menolong dan menguatkan anak didiknya. Anak didik  yang memiliki empati tinggi, meneladani guru dan menjadikan guru sebagai role-model .(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...