Langsung ke konten utama

Terperangkap dalam Gelombang


Suatu sore, di pinggir  pantai Pare Beach, di Kota Parepare,  Sulawesi Selatan, menikmati udara dingin dari teluk pantai, sambil menikmati panganan khas bugis dan secangkir kopi hangat,  di samping dermaga Pelabuhan Nusantara. 

Di hadapanku, duduk seorang perempuan, memakai kacamata, mengenakan hijab, sesekali kutatap. Dia sedang sibuk bermain gawai, sesekali berfoto selfi dengan latar kapal dan senja yang mulai memerah di garis cakrawala.

 Setiap aku menatapnya ada rasa yang berbeda. Tatap matanya  berbeda, meski frekuensinya tak bisa kuhitung. Tetapi aku sedang menyelesaikan persamaaannya.

Saat dekat dengannya selalu ada getaran yang terasa dan sangat sulit digambarkan dengan untaian kata. Membuatku selalu berusaha menahan frekuensi getaran itu.

Ya, saya sedang menikmatinya. Getaran dan rasa di dada memang sulit dipahami. Tapi, saya sedang menikmatinya. Getaran itu memberikan frekuensi tidak teratur (baur) terasa menyentuh jiwa.

Getaran jiwa memang mudah tersentuh gelombang infrasonik, tanpa menggunakan alat bantu pendengar karena tidak ada alat ukur yang bisa mengukur rasa.

Getaran adalah gerak periodik melewati lintasan sama dan mempunyai titik seimbang. Gerak periodik yaitu gerak bolak-balik dengan selang waktu bolak-balik (pergi) sama dengan selang waktu balik (pulang).

Getaran yang terjadi pada suatu benda akan membuat benda lain bergetar dengan frekuensi yang sama dengan benda yang mempengaruhi­nya.

Setiap getaran akan menimbulkan suara yang merambat hingga dalam jiwa. Semua dapat merasakan­nya, me­nikmatinya seperti alunan aliran klasik yang bisa merasuki jiwa.

Hemmm, saya mulai menyadarinya, saya sudah terperangkap dalam getaran, gelombang, dan rasa yang tercipta di dalam untain kata-kata.

Meski tak ada  getaran dalam kata-kata, tapi getaran membuat bunyi yang menghasil kata dan rasa.

Saat duduk di bangku SMP, saya belajar Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains. Saya selalu menikmati dan mencari makna getaran dan gelombang untuk kujadikan sumber inspirasi.

Kupegang leherku, lalu berteriak.."I love you" Pita suara bergetar. Apakah dia merasakan getaran itu.

Aku sedang jatuh cinta,  rasa suka yang berlebihan, Anda tidak perlu lebay.  Semua orang normal pernah jatuh cinta.

Aku mulai menikmati getaran dari senar yang dipetik pengamen jalanan. Bunyi yang ditimbulkan beresonansi sempurna. Tapi, bukan untuk saya.

Resonansi merupakan peristiwa ikut bergetarnya suatu benda, karena pengaruh getaran dari benda lain di sekitarnya yang mempunyai frekuensi yang sama dengan benda tersebut.

Resonansi itu  getaran yang saling melengkapi dan menjadi satu frekuensi sama dan seirama. 

Saya menikmatinya. Tapi, harus berakhir, bayangan gelap mulai terlihat. Gelap sudah berkuasa. Sang surya kembali ke peraduan.

Tapi, getaran itu tetap merambat, mungkin engkau akan cemburu atau jatuh cinta pada frekuensiku ataukah frekuensi kita sama. 

Resonansi jiwa bisa terjadi kapan saja, tidak perlu medium perantara. Getaran dan gelombang  itu pasti terasa. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...