Langsung ke konten utama

Kurangi Gaya(mu), agar Tekanan Minimalis

ilustraso qureta.com


Sejak tiga abad yang lalu, Sir Issac Newton, telah perkenalkan gaya dan gerak. Ahli Fisika, Matematika, dan Filsafat itu menjadikan dasar  dalam mekanika klasik.

Tapi, saya tak akan menceritakan mekanika klasik. Saya ingin  berbagi bagaimana hubungan gaya dan tekanan dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia kita mengenal tiga hukum Newton. Hukum Newton ini menggambarkan hubungan antara gaya (prilaku) yang bekerja pada suatu benda dan penyebab benda bergerak.

Sejak di bangku SMP, kita mengenal tiga hukum Newton yang menjelaskan prilaku benda dan arah gerak sebuah benda.

Hukum Pertama Newton, setiap benda bergerak dengan  kecepatan konstan jika ada gaya yang resultannya bekerja  bukan nol.

Jika resultan gaya nol, maka pusat massa dari suatu benda tetap diam, atau bergerak dengan kecepatan konstan (tidak mengalami percepatan). Benda itu akan diam jika tidak mendapatkan gaya. Kita kenal dengan F=0.

Hukum Kedua Newton, benda dengan massa mengalami gaya resultan dan akan mengalami percepatan yang arahnya sama dengan arah gaya.

Besarnya percepatan  berbanding lurus terhadap gaya dan berbanding terbalik terhadap Massa. Semakin besar gaya atau prilaku makin besar percepatan.

Hukum Ketiga Newton, gaya aksi dan reaksi dari dua benda memiliki besar yang sama, dengan arah gaya terbalik, dan segaris. Gaya yang bekerja sama. Namun arahnya berbeda. 

Laman Wikipedia, melansir Hukum Newton pertama dan kedua yang asli terdapat pada  journal Principia Mathematica tahun 1687 yang dipaparkan Sir Isaac Newton dalam karyanya PhilosophiƦ Naturalis Principia Mathematica, pertama kali diterbitkan pada 5 Juli 1687.

Lalu, bagaimana hubungan gaya dan tekanan.  Menurut  fisika gaya dan tekanan berbanding lurus. Makin besar gaya yang diberikan, maka akan semakin besar pula tekanan yang diterima.

Gaya dalam kehidupan sehari-sehari biasanya dihubungkan dengan aktivitas atau prilaku manusia. Tingkah dan prilaku kita dinilai orang lain. 

Semakin banyak bergaya atau beraksi, maka  akan semakin banyak tekanan yang ia terima.

“Tekanan berbanding lurus dengan gaya. Jika hidupmu penuh tekanan, berarti kamu mungkin kebanyakan gaya."

Menurut Fisika tekanan merupakan gaya per satuan luas yang bekerja dalam arah tegak lurus suatu permukaan sebuah benda.

Hubungan antara tekanan, gaya tekan dan luas bidang sentuh. Tekanan sebanding dengan gaya. Semakin besar gaya yang menyebabkan tekanan, semakin besar. 

Tekanan berbanding terbalik dengan luas permukaan. Semakin besar luas permukaan, maka tekanan semakin kecil.

Perkecil tekanan perluaslah silaturahmi dan persempit gaya (mu). 

Mendapat tekanan yang kecil  adalah dapat dilakukan dengan cara perkecil gaya tekan dan memperluas bidang tekan. Jika luas bidang tekannya besar maka tekanannya semakin kecil.

Kedua besaran turunan itu selalu beriringan, jika gaya diperbesar, takanan juga besar. Beban  dan tekanan kian besar. Banyak gaya (mu) menambah tekanan hidupmu.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Minggu : Arti Kata Sekolah dan Belajar

       (ilustrasi dw.com) Tiga hari sebelum dimulai pembelajaran semester genap, tahun ajaran 2020 - 2021, Tuan Guru 'dicecar' sejumlah pertanyaan dari anak didiknya. Di Whatshapp Grup, puluhan pertanyaan seputar kapan belajar, kapan sekolah, kapan belajar tatap muka, dan lainnya. Tuan Guru menjawab pertanyaan anak didiknya dengan sabar. Selain itu, ia membagikan tautan atau link berita berkaitan informasi belajar tatap muka semester genap. Alhamdulillah, anak didik Tuan Guru mulai memahami kondisi di era pandemi. Jumlah warga terpapar Virus Korona, terus bertambah. Hari ini, Minggu, 3 Januari 2020, Tuan Guru ingin berbagi pengetahuan sedikit mengenai arti dan makna kata sekolah dan belajar.  Bukan menggurui, tapi berbagi, meski sudah benyak mengetahui arti dan makna dua diksi itu, tapi sering ada yang keliru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata sekolah itu bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Saya kuti

Sokko Bolong

Sabtu, 19 Desember, sang surya nampak malu-malu, menampakkan dirinya dari ufuk. Suhu pagi itu  cukup hangat. Di ujung timur garis horison, terlihat awan tebal, masih menyelimuti pegunungan. Nampaknya rinai akan membasah bumiku beberapa hari ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Bmkg), prediksi hujan masih mengguyur Kota Parepare dan sekitarnya, beberapa hari ke depan. Matahari mulai menghangatkan bumi yang basah selama tiga hari terakhir, diguyur hujan. Membuatku butuh kehangatan.  Berita banjir dan meluapnya Salo Karajae, dan sebagian warga di bilangan Bacukiki harus mengungsi menjadi isu hangat di berbagai media, baik media cetak, media siber, maupun media sosial. Saya berdoa semoga hujan membawa keberkahan dan penambah rezeki bagi kita semua. "Aaminn," doaku. Suhu dingin selama tiga hari ini membangkitkan selera makanku. Bahkan makin membuncah, ingin menikmati sokko bolong (ketan hitam). Pagi-pagi, istri saya menyediakan menu yang sudah kurindukan itu. M

Perangi Sampah

Setiap hari browsing media online, sudah jadi kebiasaan setiap hari.Sekadar, mencari info sepak bola di negeri Ratu Elisabeth, Juku Eja, dan perkembangan Timnas kategori umur.  Sebuah headline salah satu media terbesar, membuat kaget, sekaligus takut. Media itu, mengulik produksi sampah di negeri zambrut khatulistiwa. "Bahaya," kataku, sambil terus membaca ulasan soal produksi sampah di negeriku.  Saat ini, produksi sampah di Indonesia sudah mencapai 7.300 ton setiap jam.Sampah-sampah itu, paling banyak diproduksi di rumah tangga.  Media itu melansir sebuah survei hanya 49,2 persen rumah tangga melek sampah. Sisanya mereka tak ambil pusing. Hasil survei ini diperoleh dipublikasi Katadata Insight Center (KIC), dari 354 responden dari lima kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.Survei ini menunjukkan dari 50,8 persen rumah tangga yang tidak memilah sampah.  Survei yang digelar 28 September hingga 1 Oktober 2019 ini, disimpulkan