Langsung ke konten utama

Korona: Musibah atau Azab, Ini Nasihat Prof Nazaruddin

Memberi maaf dan meminta maaf memupuk keharmonisan dan silaturahmi dengan sesama.

"Siapa saja yang ingin diluaskan rezkinya dan dipanjangkan pengaruhnya, maka sambunglah tali persaudaraan," (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Peganglah prinsip budaya Bugis. Sipakatau Sipakalebbi, Siamesei, menempatkan asitinajang, dan menyadarkan diri, saling menguatkan saat menghadapi masalah, seperti pandemi.

Prof Nazaruddin Umar, saat silaturahmi dengan civitas IAIN Parepare, menjelaskan makna silaturahmi. Kata silaturahmi memiliki dua kata yakni rahmat dan rahim. Rahmat, kata dia,  konek, conektiviti dengan Allah dan mahluknya. Rahim, kata dia, cinta yang sangat sejati.Yakni rahimah dan arrahim. 

Rahmat rahmania diberikan semua orang baik yang beriman maupun tak beriman. Sedangkan, rahmat rahimiah diberikan Allah hanya bagi orang-orang beriman.

Rahmat rahimia tak abadi, rahmat rahimia abadi, sampai akhir hayat kita. Istri kita harus dijadikan sebagai rahmat rahimia agar tetap menjadi  pasangan kita di Surga. 

                                                           ****
Kegagalan kita melebarkan silaturahmi, menyebabkan Allah menurunkan musibah berupa Virus Korona. Korona ini bukan azab, tapi musibah. Azab  atau malapetaka untuk orang yang tidak beriman, tidak untuk orang mukmin. Musibah itu untuk semua orang.

Saat Nabi Saleh ada wabah antraks yang menyerang umatnya, Raja Abraham ada wabah Virus Ebola. Jadi Virus Korona tidak lain sebagai bentuk peringatan Tuhan kepada kita semua.

Rasulullah pernah berdoa kepada Allah agar umatnya tidak ditimpakan  azab, seperti yang ditimpakan umat sebelumnya. Rasulullah juga berdoa agar umatnya tidak  menderita kekalahan agar islam tidak punah. 

Musibah bukan untuk menyiksa, tapi peringatan agar kita selalu mengingat Allah. Mungkin kita gagal menjadi khalifah, melampaui batas alam semesta, kita over maskulin dalam kekhalifaan, atau gagal jadi abid.

Allah menurunkan musibah, sebagai pencuci dosa di masa lampau. Hanya orang yang tidak memahami hikmah di balik musibah yang meratapi musibah.

Jika kita memahami hikmah di balik sebuah musibah, maka kita bersyukur terhadap sebuah musibah. Satu hari kita dilanda sakit demam, Allah mengampuni dosa kita satu tahun.

Musibah itu ujian  buat kita. Orang beragama di mana ada ujian, di situ ada kenaikan kelas. Tidak mungkin ada kenaikan kelas tanpa ada ujian. Makin berat ujian itu, maka makin bermartabat kelulusan kita.

Bersahabatlah dengan penderitaan, bersahabatlah dengan kekecewaan. Berdamailah dengan penyakit. Itulah ajaran kita. Orang beriman tidak pernah merasakan 100 persen sakit. 

Maka  bersahabatlah dengan penderitaan, bersahabatlah dengan penyakit, dan kekecewa, termasuk bersahabat dengan fitnah. Jangan pernah memusuhi penderitaan karena kita akan dijerat rasa sakit yang pedih.

Kegagalan silaturahmi dengan alam semseta menyebabkan musibah, dulu kita damai dengan laut, gelombang laut mengantarkan barang kita  ke negera lain,  tapi kenapa laut menggulung menjadi tsunami menghancurkan semua.

Angin yang tadinya berfungsi penyerbukan atau perkawinan pada  tumbuhan. Hembusan angin membantu terjadinya pembuahan. Tapi, tiba-tiba angin menjadi puting beliung menghancurkan semua bangunan yang dilalui.

Hujan menumpuhkah air bagi tanaman. Membuat tanah subur. Tiba-tiba banjir dan menghanyutkan. Gunung sebagai patok bumi, tiba satu per satu batuk sampai ada yang muntah dan meluluhlantahkan semuanya. Apa yang salah?

Kenapa makrocosmos tak lagi mau tunduk terhadap diri kita sebagai mikrokosmos. Padahal Allah telah berfirman. "Kami tundukan apa yang ada di langit dan di bumi."

Penundukan alam ada syaratnya, alam akan tunduk kepada manusia jika manusia menjadi khalifah yang benar di muka bumi ini. 

Saat manusia melampaui batas, rakus, maka alam tidak akan tunduk dan alam tak mau bersahabat dengan manusia. Supaya malapetaka tidak berlanjut Allah turunkan peringatan, mungkin peringatannya seperti Virus Korona.

Jangan-jangan  Korona akan mengantarkan kita ke dalam rel yang benar, tidak mungkin kita sampai di tempat tujuan jika kita tidak berada di rel yang benar.  

Musibah sering  memberikan pembenaran dalam kehidupan kita . Saat kita kena musibah, Allah kita panggil, tapi jika kita dapat jabatan, maka sudah ada kesomobongan dan kemabukan.

Cinta Tuhan dalam bentuk ujian lebih berarti dari surat putih dalam bentuk kenikmatan. Begitu kita diundang dalam undangan merah atau sakit, kita begitu cepat memanggil nama Tuhan.

Kalau kita mau jujur, lebih khusyuk mana,  kita berdoa dalam kondisi musibah atau kenikmatan. Mana yang lebih khusyuk salat dalam kondisi terkena musibah dibandingkan dalam kemewahan.

Para Sufi tak pernah kecewa dengan penderitaan dan musibah sebab Sufi yakin Allah menerima doanya.  Ada tanda-tanda berupa prolog  yang memungkinkan dirinya khusyuk. Tapi, membuat kita khusyuk adalah cobaan dan musibah.

Saat kita menjenguk orang sakit, mestinya dia doakan kita, orang sakit itu lebih makbul doanya dibandingkan orang sehat. Kita harus saling mendoakan agar pandemi ini segera berakhir.

Terkadang orang sakit tak bisa doakan dirinya ataukah diuji untuk menghapus dosanya. Tidak turun penyakit menimpa seseorang hambah melainkan pencuci dosa di masa lampau.

Jika kita ditimpa penyakit, maka jangan bersedih itu tanda cinta Allah kepada hambanya. Tanda Allah tak senang pada hamba adalah  menunda penyiksaannya nanti di akhirat.

Hati-hati orang lancar rezekinya,  tapi lancar dosa, dan tak pernah diperingati oleh Allah, jangan  bangga, itu namanya istidraj.

Konsep istidraj, dilukiskan nikmat dan menjalankan dosa akan disiksa di akhirat. Lakukanlah pertobatan istimewa jika sudah  melakukan dosa istimewa. Allah Maha Pengampun. Sebesar apapun dosa hamba, lebih besar pengampunan Allah. Hanya orang-orang memilih Neraka , masuk Neraka, Allah  Maha Pengampun.

                                           ****
 Saat silaturahmi kita telah perkenalkan ukhuwah basyariah, ukhuwah islamiah, dan ukhuwah watania. Tapi ukhuwa, mahlukia, persaudaraan sesama mahluk, belum kita perkenalkan.

Kita perlu berkomunikasi dengan mahluk di sekitar kita agar kelangsungan ekosistem memberikan kesejahteran bagi semua umat. Kita bersikap baik dengan alam semesta. Tidak ada satu apapun yang tak bertasbih di hadapan Allah.

Tidak ada benda mati menurut Allah. Pasir saja bertasbih. Makanya kalau jalan di muka bumi ini jangan sombong. Jika Anda sombong, maka tanah akan bersumpah akan menjepit rusukmu.

Merawat barang antik yang pernah berjasa tidak dilarang. Jangan buang kotoran di air mengalair, jangan jadikan wc sebagai umum, jangan buang kotoran di air tenang bisa menimbulkan penyakit. 
 Wallahualam bisawab (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Minggu : Arti Kata Sekolah dan Belajar

       (ilustrasi dw.com) Tiga hari sebelum dimulai pembelajaran semester genap, tahun ajaran 2020 - 2021, Tuan Guru 'dicecar' sejumlah pertanyaan dari anak didiknya. Di Whatshapp Grup, puluhan pertanyaan seputar kapan belajar, kapan sekolah, kapan belajar tatap muka, dan lainnya. Tuan Guru menjawab pertanyaan anak didiknya dengan sabar. Selain itu, ia membagikan tautan atau link berita berkaitan informasi belajar tatap muka semester genap. Alhamdulillah, anak didik Tuan Guru mulai memahami kondisi di era pandemi. Jumlah warga terpapar Virus Korona, terus bertambah. Hari ini, Minggu, 3 Januari 2020, Tuan Guru ingin berbagi pengetahuan sedikit mengenai arti dan makna kata sekolah dan belajar.  Bukan menggurui, tapi berbagi, meski sudah benyak mengetahui arti dan makna dua diksi itu, tapi sering ada yang keliru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata sekolah itu bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Saya kuti

Sokko Bolong

Sabtu, 19 Desember, sang surya nampak malu-malu, menampakkan dirinya dari ufuk. Suhu pagi itu  cukup hangat. Di ujung timur garis horison, terlihat awan tebal, masih menyelimuti pegunungan. Nampaknya rinai akan membasah bumiku beberapa hari ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Bmkg), prediksi hujan masih mengguyur Kota Parepare dan sekitarnya, beberapa hari ke depan. Matahari mulai menghangatkan bumi yang basah selama tiga hari terakhir, diguyur hujan. Membuatku butuh kehangatan.  Berita banjir dan meluapnya Salo Karajae, dan sebagian warga di bilangan Bacukiki harus mengungsi menjadi isu hangat di berbagai media, baik media cetak, media siber, maupun media sosial. Saya berdoa semoga hujan membawa keberkahan dan penambah rezeki bagi kita semua. "Aaminn," doaku. Suhu dingin selama tiga hari ini membangkitkan selera makanku. Bahkan makin membuncah, ingin menikmati sokko bolong (ketan hitam). Pagi-pagi, istri saya menyediakan menu yang sudah kurindukan itu. M

Perangi Sampah

Setiap hari browsing media online, sudah jadi kebiasaan setiap hari.Sekadar, mencari info sepak bola di negeri Ratu Elisabeth, Juku Eja, dan perkembangan Timnas kategori umur.  Sebuah headline salah satu media terbesar, membuat kaget, sekaligus takut. Media itu, mengulik produksi sampah di negeri zambrut khatulistiwa. "Bahaya," kataku, sambil terus membaca ulasan soal produksi sampah di negeriku.  Saat ini, produksi sampah di Indonesia sudah mencapai 7.300 ton setiap jam.Sampah-sampah itu, paling banyak diproduksi di rumah tangga.  Media itu melansir sebuah survei hanya 49,2 persen rumah tangga melek sampah. Sisanya mereka tak ambil pusing. Hasil survei ini diperoleh dipublikasi Katadata Insight Center (KIC), dari 354 responden dari lima kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.Survei ini menunjukkan dari 50,8 persen rumah tangga yang tidak memilah sampah.  Survei yang digelar 28 September hingga 1 Oktober 2019 ini, disimpulkan