Langsung ke konten utama

"Bos Internet"

Guratan di wajahnya terlihat jelas. Keringat  bercucuran di wajahnya. Sesekali, ia mengusap wajahnya dengan kaos yang dikenakan. Orang tua anak didik itu, datang minta bantuan agar anaknya bisa belajar dengan baik di tengah pandemi Covid-19.  

"Tabe Puang, bantuka. Anakku sudah berapa harimi ini, tidak mengikuti pelajaran di sekolah. Saya tak punya HP (handphone)," keluh orang tua itu, sambil membungkuk, berharap masalah yang dihadapi anaknya bisa teratasi.

"Pinjamkan uangta, maukan belikanka HP anakku. Nanti setelah terima upah kerja bangunan, baru saya ganti," katanya.

Warga  yang dijadikan tempat mengadu, memberikan solusi. Ia diminta,  menghubungi kepala sekolah dan gurunya agar ada solusi terbaik.

"Hubungi meki dulu kepala sekolah atau gurunya agar ada solusi. Saya yakin guru tak merugikan anak didik," katanya.

"Sabarki, haruski paham kondisi ini, kita tidak pernah pikirkan. Guru juga saya yakin tak suka kondisi ini. Hubungi meki gurunya, agar ada solusi," katanya.

Kini, sudah satu bulan, proses belajar, mengajar, dan bekerja di rumah, akibat wabah Virus Korona menyebar di seluruh jagat raya.

Sebagian guru , mengalami kesulitan mengajar dari rumah. Gurui diberi tanggungjawab memastikan semua anak-anak berada di rumah. Mereka mengecek anak didiknys dengan cara  menelpon orang tuanya.

"Tapi, ada juga orang tua yang tak punya HP. Kami juga harus membuat laporan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, setiap tiga hari," kata seorang guru.

Menurutnya, Corona Virus Disease (Covid-19) datang tiba-tiba, mencari inang atau tempat tinggal baru. Ia tinggal dan menggrogoti  organ pernafasan manusia.

"Haruski bersabar menghadapi kondisi saat ini. Orang tua harus bersabar. Saya yakin sekolah tak merugikan anak didik, pasti ada solusi terbaik," katanya.

***
Tak ada jalan lain kecuali berdamai dengan Korona, berdamai dengan keadaan, berdamai dengan diri sendiri. Rakyat harus patuh dan taat anjuran pemerintah, ulama, serta pemuka agama.

Orang tua harus berdamai dengan dengan keadaan, membuat jadwal selama masa dirumahkan. Orang tua bersama anak wajib disiplin, jadwal belajar, olahraga, dan istirahat, serta ibadah.

Saatnya orang tua bersama anak duduk bersama, belajar bersama, dan ibadah bersama. Jika semua patuh dan disiplin berada di rumah, maka Korona bisa dikalahkan.

***
Secercah harapan itu, mulai muncul Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,  mengizinkan penguasa sekolah menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), membeli kuota  untuk guru dan anak didik yang mengikuti pembelajaran dari rumah di tengah pandemi Virus Korona.

Mas Menteri Nadiem Makarim telah membuka jalan melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 19 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Permendikbud Nomor 8 Tahun 2020 tentang Juknis BOS Reguler.

Mas Menteri mengizinkan dan BOS digunakan untuk membeli kuota data internet untuk guru dan anak didik,  mendukung program belajar dari rumah. (*)

Postingan populer dari blog ini

Kamus Minggu : Arti Kata Sekolah dan Belajar

       (ilustrasi dw.com) Tiga hari sebelum dimulai pembelajaran semester genap, tahun ajaran 2020 - 2021, Tuan Guru 'dicecar' sejumlah pertanyaan dari anak didiknya. Di Whatshapp Grup, puluhan pertanyaan seputar kapan belajar, kapan sekolah, kapan belajar tatap muka, dan lainnya. Tuan Guru menjawab pertanyaan anak didiknya dengan sabar. Selain itu, ia membagikan tautan atau link berita berkaitan informasi belajar tatap muka semester genap. Alhamdulillah, anak didik Tuan Guru mulai memahami kondisi di era pandemi. Jumlah warga terpapar Virus Korona, terus bertambah. Hari ini, Minggu, 3 Januari 2020, Tuan Guru ingin berbagi pengetahuan sedikit mengenai arti dan makna kata sekolah dan belajar.  Bukan menggurui, tapi berbagi, meski sudah benyak mengetahui arti dan makna dua diksi itu, tapi sering ada yang keliru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata sekolah itu bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Saya kuti

Sokko Bolong

Sabtu, 19 Desember, sang surya nampak malu-malu, menampakkan dirinya dari ufuk. Suhu pagi itu  cukup hangat. Di ujung timur garis horison, terlihat awan tebal, masih menyelimuti pegunungan. Nampaknya rinai akan membasah bumiku beberapa hari ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Bmkg), prediksi hujan masih mengguyur Kota Parepare dan sekitarnya, beberapa hari ke depan. Matahari mulai menghangatkan bumi yang basah selama tiga hari terakhir, diguyur hujan. Membuatku butuh kehangatan.  Berita banjir dan meluapnya Salo Karajae, dan sebagian warga di bilangan Bacukiki harus mengungsi menjadi isu hangat di berbagai media, baik media cetak, media siber, maupun media sosial. Saya berdoa semoga hujan membawa keberkahan dan penambah rezeki bagi kita semua. "Aaminn," doaku. Suhu dingin selama tiga hari ini membangkitkan selera makanku. Bahkan makin membuncah, ingin menikmati sokko bolong (ketan hitam). Pagi-pagi, istri saya menyediakan menu yang sudah kurindukan itu. M

Perangi Sampah

Setiap hari browsing media online, sudah jadi kebiasaan setiap hari.Sekadar, mencari info sepak bola di negeri Ratu Elisabeth, Juku Eja, dan perkembangan Timnas kategori umur.  Sebuah headline salah satu media terbesar, membuat kaget, sekaligus takut. Media itu, mengulik produksi sampah di negeri zambrut khatulistiwa. "Bahaya," kataku, sambil terus membaca ulasan soal produksi sampah di negeriku.  Saat ini, produksi sampah di Indonesia sudah mencapai 7.300 ton setiap jam.Sampah-sampah itu, paling banyak diproduksi di rumah tangga.  Media itu melansir sebuah survei hanya 49,2 persen rumah tangga melek sampah. Sisanya mereka tak ambil pusing. Hasil survei ini diperoleh dipublikasi Katadata Insight Center (KIC), dari 354 responden dari lima kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.Survei ini menunjukkan dari 50,8 persen rumah tangga yang tidak memilah sampah.  Survei yang digelar 28 September hingga 1 Oktober 2019 ini, disimpulkan