Langsung ke konten utama

BACA

Kamis pagi, Tuan Guru, harus bangun lebih awal. Persiapan mengajar telah disiapkan, di malam hari. Kini, Tuan Guru harus bergegas, putrinya meronta, ingin segera diantar ke sekolah.

"Alhamdulillah, takut, terlambat ke sekolah. Hem, modal yang baik untuk bisa lebih disiplin," gumam Tuan Guru dalam hati.

Jam dinding, tergantung di ruang tengah, baru menunjukkan jam 06.30 Wita. Tuan Guru memacu kendaraan roda dua yang sudah mulai menua itu, jarum speedo meter, menunjukkan angka 50 kilometer (km) per jam,  melawati jalan-jalan protokol.

Suasana jalan raya mulai ramai, arus lalulintas lancar. Suara sempritan Pak Polisi di jalan raya bersahutan. Mereka berdiri di pinggir jalan mengatur arus lalulintas.

Tepat di pertigaan Jalan Jenderal Sudirman dan Ahmad Yani, Kota Parepare, berdiri seorang pria paruh baya, berdiri di badan jalan mengatur arus lalulintas.

Polisi lalulintas itu, mengenakan seragam lengkap, tangannya terlihat bergerak kiri dan kanan, demi melancarakan arus lalulintas, yang mulai tersendak.

Rintik hujan mulai turun, baju seragam coklatnya terlihat bintik-bintik air. Air hujan mulai membasahi bumi.

Polisi itu, tak begeming, ia sibuk mengatur lalulintas. Ia harus sigap, lampu pengatur lalulintas (traffic light) di tempat ia bertugas pagi itu, tidak normal, lampu warna hijau dari arah Jalan Sudirman dan Jawi-Jawi bersamaan.

Mencegah kecelakaan, pak polisi harus cekatan mengantur lalulintas, sambil meminta pengendara berhati-hati. Sesekali meniup sempritan.

Sambil menunggu lampu hijau menyala, Tuan Guru bertanya ke putrinya, jam berapa mulai ujian, maklum saat itu, masuk musim penilaian  tengah semester (PTS).

"Jam delapan," jawabnya. Tuan Guru, lalu bertanya, "Mengapa cepat sekali diantar, kan bisa jam 07.00 Wita."

"Saya mau baca buku, sebelum ujian," jawabnya. "Saya baca buku cerita dulu. Masih ada bukuku yang belum selesai kubaca,"jawabnya. Tuan Guru hanya mengangguk.

Setelah mengantar putrinya ke sekolah, Tuan Guru pulang ke rumah, lalu  bersiap mengajar di kampus pagi itu. Ia harus banyak membaca artikel, jurnal,  dan buku. Biar tak ketinggalan oleh mahasiswa.

Kebiasaan Tuan Guru membaca, tertular ke putrinya. Maklum, kini  budaya baca anak didik masih rendah. Kita membutuhkan sebuah gerakan menanamkan budaya baca ke anak-anak.

Saat ini, anak-anak lebih  suka bermain game di gadget atau smartphone. Padahal di smartphone tersedia berbagai sumber bacaan. Orang dewasa pun sama, malas membaca. Tapi, aktif membaca di Aplikasi Whatshapp.

Minat baca buku rendah, tapi data wearesocial per Januari 2017, mengungkap, orang Indonesia bisa menatap layar gadget kurang lebih 9 jam sehari.  Jangan heran, urusan kecerewetan di media sosial, orang Indonesia berada di urutan lima dunia.

Menurut data UNESCO, tahun 2016,  minat baca masyarakat Indonesia memprihatinkan, hanya 0,001 persen. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca.

Riset Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61).

Jumlah penduduk Indonesia mencapai 250 juta jiwa,  60 juta memiliki gadget, atau peringkat kelima dunia terbanyak kepemilikan gadget.

Lalu bagaimana, menanamkan budaya baca, kita semua harus mencoba. Jangan takut gagal, merangsang anak agar mau membaca buku.

Ayo kita tularkan virus baca lewat lomba bercerita bisa kita mulai dari anak-anak SD, seperti lomba bercerita budaya di Majene. Lomba ini, istimewah digelar di Hotel B' Nusabila Lembang Majene.

Selain itu, dihadiri pejabat, seperti Bupati dan Wakil Bupati Majene, Kadis Perpustakaan dan Kerasipan, Para Pimpinan OPD, Para Camat, Lurah dan Kades serta para kasek dan undangan lainnya.

Mereka juga menggelar lomba perpustakaan desa  dan kelurahan,  lomba Perpustakaan SLTA sederajat, lomba pojok baca SMP, dan lomba tertib arsip OPD agar anak didik bisa terbiasa membaca.

Lomba bercerita dan  pojok baca bisa menumbuhkan minat baca. Kita belum sadar, membaca membuat lebih cerdas, memiliki wawasan luas dan mampu menghadapi tantangan di era digital.

Di era milenial,  anak-anak  harus didorong, agar mau  membaca dan mengenali budaya. Anak-anak sebagai generasi bangsa, harus dipersiapkan agar di masa depan menjadi  masyarakat terdidik terpelajar.

Seseorang yang memiliki kemampuan membaca yang baik merupakan modal utama, bersaing di bursa kerja.  Gemar membaca itu tidak sia-sia, membaca membuat kita bisa lebih cerdas dan berwawasan luas.

"Jika kita ingin mencerdaskan kehidupan bangsa, maka mesti diawali dengan membaca. Membaca itu bisa di keluarga, di Satuan pendidikan bisa mengembangkan perpustakaan sebagai pusat informasi," kata Tuan Guru, sambil melanjutkan tulisannya, sambil menunggu mahasiswanya di kelas. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...