Langsung ke konten utama

Perangi Sampah




Setiap hari browsing media online, sudah jadi kebiasaan setiap hari.Sekadar, mencari info sepak bola di negeri Ratu Elisabeth, Juku Eja, dan perkembangan Timnas kategori umur. 

Sebuah headline salah satu media terbesar, membuat kaget, sekaligus takut. Media itu, mengulik produksi sampah di negeri zambrut khatulistiwa.

"Bahaya," kataku, sambil terus membaca ulasan soal produksi sampah di negeriku. 

Saat ini, produksi sampah di Indonesia sudah mencapai 7.300 ton setiap jam.Sampah-sampah itu, paling banyak diproduksi di rumah tangga. 

Media itu melansir sebuah survei hanya 49,2 persen rumah tangga melek sampah. Sisanya mereka tak ambil pusing. Hasil survei ini diperoleh dipublikasi Katadata Insight Center (KIC), dari 354 responden dari lima kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya.Survei ini menunjukkan dari 50,8 persen rumah tangga yang tidak memilah sampah. 

Survei yang digelar 28 September hingga 1 Oktober 2019 ini, disimpulkan pengelolaan sampah perlu dilakukan dengan memilah sampah mulai dari rumah. 

"Mereka berpikir ribet, milih ini jenis apa, dan mereka juga berpikir nanti di tempat pembuangan, sampah akan tercampur," kata Franklin Michael Hutasoid dari KIC dalam paparan Kelola Sampah Mulai dari Rumah di acara Social Good Summit 2019 dikutip fajar.co.id. 

Sisa makanan, plastik, dan kertas, mendominasi sampah rumah tangga responden. Dari jenis sampah ini, para responden menjawab pertanyaan multiple tentang sampah yang seharusnya dipisahkan.

Pemilahan sampah plastik, responden yang setuju mencakup 78 persen, dan untuk sisa makanan/kompos, termasuk kulit buah dan potongan sayur, responden yang sepakat mencapai 62 persen.

Sampah yang sudah dipisahkan oleh responden, untuk sampah plastik sebesar 46 persen, dan sisa makanan/kompos, termasuk kulit buah dan potongan sayur sebanyak 45 persen. 

Rumah tangga menjadi salah satu produsen sampah terbesar dari total jumlah sampah di Indonesia. Dalam satu jam, Indonesia memproduksi 7.300 ton sampah atau 175 ribu ton per hari. 

Jika dikumpulkan selama 10 tahun akan mencapai 640 juta ton atau 64 juta ton per tahun dengan jenis sampah sisa makanan, sisa tumbuhan (masakan, sayuran, buah dan lain-lain) mencapai 60 persen. 

Sumbangan sampah plastik di Indonesia mencapai 14 persen, sampah kertas 9 persen dan 17 persen merupakan sampah lainnya, seperti karet dan logam. 

Pemakaian plastik per kapita di Indonesia masih rendah, diperkirakan sekitar 21-22 kg per tahun, dengan total jumlah sekitar 5,9 juta ton per tahun. Melihat data dan hasil survey itu, perlu penanganan khusus dan menjadi skala proriotas.

Sampah ini harus dituntaskan berkaitan masalah lingkungan hidup. Masyarakat kita, masih ada yang belum melek, jika lingkungan bersih dan sehat, maka masyarakat pun akan berdampak pada kesehatan masyarakat. 

Saya dan masyarakat lainnya percaya, jika masyarakat sehat, anggaran untuk sektor kesehatan juga menjadi berkurang. Sehingga pemerintah bisa mengalihkan anggaran kesehatan ke sektor lain demi kemajuan ekonomi.

Masih berkaitan dengan ulasan sampah itu, media online itu, melansir penjelasan Ketua Indonesia Solid Waste Association (InSWA) Sri Bebassari. Sri mencontohkan,pengelolaan sampah di negeri jiran, Singapura, satu rumah tangga membayar sekitar Rp 200 ribu setiap bulan. 

Sampah di negeri Singa itu, bisa dikelola dengan sangat baik. Pengelolaan sampah harus ditangani pihak-pihak yang berkompeten dengan sampah sehingga hasilnya memuaskan dan bisa bermanfaat untuk semua umat manusia. 

Hasil pengelolaan sampah itu bisa dijadikan bahan bakar bagi pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSA) dan kompos untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. PLTSA bisa diterapkan di Indonesia sebagai salah satu alternatif sumber energi. 

Sri sendiri mengaku menjadi salah satu tim dalam pembuatan feasibility study penerapan PLTSA Setelah membaca ulasan itu, mencoba menghubungi, perwakilan pemerintah, yang konsen mengurusi lingkungan hidup.

Yah, Pelaksana Tugas (Plt) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Parepare, Samsuddin Taha, Rabu, 27 November. Saya telepon,tapi mungkin ia sibuk, sehingga panggilan saya tidak dijawab.Beberapa menit kemudian, 

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bapeda) Kota Parepare itu, menghubungi saya. Diskusi lewat udarapun dimulai "Saya baca sebuah survei pak, produksi sampah mengawatirkan. "Perlu ada gerakan khusus agar kita bisa menang melawan sampah," kataku sambil memberikan data hasil survei itu. 

 "Menurut kita, ada ide kira-kira memerangi sampah," jawabnya. Saya diam, sejenak."Perlu ada solusi membuat masyarakat kita agar sadar pentingnya lingkungan yang sehat," jawabku. 

Lalu ia melanjutkan, argumennya.Pemerintah Kota Parepare, terus berusaha memerangi sampah plastik dengan cara menekan penggunaan plastik pada kemasan minuman dan makanan. Kami berharap, program ini, bisa mengurangi penggunaan sampah plastik.

"Kami telah memberikan surat edaran kepada masyarakat agar bisa menekan atau mengurangi penggunaan sampah plastik. Selain itu, telah dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya sampah plastik," katanya. 

"Kita sudah lakukan banyak cara seperti larangan menggunakan plastik pada kemasan makanan dan minuman pada kegiatan pemerintahan dan sosialisasi kepada masyarakat agar mengurangi penggunaan plastik. Tapi, saat hujan pertama kali, bisa dilihat banyak sampah plastik muncul," katanya. 

Hasil diskusi singkat kami lewat udara itu, perlu ada gerakan Terstruktur,masif, dan sismatis (TSM) perangi sampah. 

Selain itu,butuh gerakan yang bisa menggugah kesadaran masyarakat agar memahami bahaya sampah.

Jika kondisi lingkungan yang sehat, maka kesehatan masyarakat juga semakin baik. Kesehatan yang baik, mengurangi anggaran kesehatan. 

 Mungkin sebagian masyarakat kita belum sadar, pentingnya menjaga kebersihan lingkungan. Selain itu, masih banyak masyarakat menganggap bahwa lingkungan yang sehat belum menjadi sebuah kebutuhan. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kamus Minggu : Arti Kata Sekolah dan Belajar

       (ilustrasi dw.com) Tiga hari sebelum dimulai pembelajaran semester genap, tahun ajaran 2020 - 2021, Tuan Guru 'dicecar' sejumlah pertanyaan dari anak didiknya. Di Whatshapp Grup, puluhan pertanyaan seputar kapan belajar, kapan sekolah, kapan belajar tatap muka, dan lainnya. Tuan Guru menjawab pertanyaan anak didiknya dengan sabar. Selain itu, ia membagikan tautan atau link berita berkaitan informasi belajar tatap muka semester genap. Alhamdulillah, anak didik Tuan Guru mulai memahami kondisi di era pandemi. Jumlah warga terpapar Virus Korona, terus bertambah. Hari ini, Minggu, 3 Januari 2020, Tuan Guru ingin berbagi pengetahuan sedikit mengenai arti dan makna kata sekolah dan belajar.  Bukan menggurui, tapi berbagi, meski sudah benyak mengetahui arti dan makna dua diksi itu, tapi sering ada yang keliru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata sekolah itu bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran. Saya kuti

Sokko Bolong

Sabtu, 19 Desember, sang surya nampak malu-malu, menampakkan dirinya dari ufuk. Suhu pagi itu  cukup hangat. Di ujung timur garis horison, terlihat awan tebal, masih menyelimuti pegunungan. Nampaknya rinai akan membasah bumiku beberapa hari ke depan. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (Bmkg), prediksi hujan masih mengguyur Kota Parepare dan sekitarnya, beberapa hari ke depan. Matahari mulai menghangatkan bumi yang basah selama tiga hari terakhir, diguyur hujan. Membuatku butuh kehangatan.  Berita banjir dan meluapnya Salo Karajae, dan sebagian warga di bilangan Bacukiki harus mengungsi menjadi isu hangat di berbagai media, baik media cetak, media siber, maupun media sosial. Saya berdoa semoga hujan membawa keberkahan dan penambah rezeki bagi kita semua. "Aaminn," doaku. Suhu dingin selama tiga hari ini membangkitkan selera makanku. Bahkan makin membuncah, ingin menikmati sokko bolong (ketan hitam). Pagi-pagi, istri saya menyediakan menu yang sudah kurindukan itu. M