Langsung ke konten utama

Gerhana Berlalu Bersama Burasa

                                                       ilustrasi (Net)


Gerhana itu, fenomena alam biasa. Terjadi saat bulan menghalangi cahaya matahari sampai ke bumi. Cahaya matahari tidak utuh sampai di bumi. Hanya sebagian sampai bumi. Gerhana matahari cincin terjadi ketika matahari, bulan dan bumi tepat satu garis. 
Gerhana matahari terjadi karena bulan dan bumi bergerak pada orbit masing-masing. Pada saat tertentu berada pada garis lurus. Peristiwa alam biasa yang memberikan inspirasi kepada kita bahwa hendaklah manusia selalu berpikir tentang beredarnya benda-benda langit. 

Semua tunduk pada kuasa Allah sebagai sunatullah. Inilah salah satu tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Fenomena Gerhana Matahari Cincin, kemarin, bisa terjadi secara priodik 1-2 tahun sekali.

Gerhana matahari cincin terjadi saat bulan berada di fase bulan baru dan ketika posisinya berada di antara bumi dan matahari. Fenomena gerhana matahari cincin sendiri terjadi secara umum satu sampai dua tahun sekali dengan terakhir gerhana tersebut terjadi pada 26 Februari 2017. 

Gerhana matahari cincin kali ini, menyita perhatian sejumlah warga dan dijadikan sebagai status di media sosial. Gerhana matahari ini, mengingatkan saya, gerhana matahari total tahun 1983. Tak banyak yang bisa diingat dari gerhana 36 tahun silam itu. 

Di kampung saya, gerhana matahari saat itu, disambut dengan rasa was-was, ketakutan, dan sedikit mencekam. Tidak ada penjual kacamata, tidak ada turis yang datang pakai kapal pesiar untuk menyaksikan peristiwa langkah itu. 

Warga baru paham peristiwa tahun 1983 itu, di saat jutaan pasang mata tertuju pada peristiwa gerhana matahari total, Rabu 9 Maret 2016. Yah gerhana matahari total terjadi. Saat itu, warga hanya bisa menyaksikan siaran televisi yang masih berwarna hitam dan putih melalui siaran TVRI dan RRI. 

Sehari sebelum gerhana, emmak telah menyiapkan konsumsi gerhana berupa buras dan bajabu (makanan khas bugis yang terbuat dari kelapa), serta penganan lainnya. Saat gerhana terjadi kami berkumpul bersama di rumah. 

Di saat sinar mentari perlahan mulai gelap, semua beranjak menuju peraduan. Tak ada kata yang terucap selama suasana gelap, yang ada hanya ketakutan dan kecemasan. 

Kami takut, jika matahari tak bisa menerangi bumi lagi dan datanglah bencana kematian. Suara ayam berkotek terdengar naik ke pohon. Suasana gelap. Perasaan baru sedikit lega kembali di saat lesung ditalu. 

Gerhana berlalu, pergi bersama burasa, bajabu, dan sejumlah penganan lainnya. Saat ini, gerhana sangat berbeda dengan 36 tahun silam, disambut suka cita, tak ada rasa takut. Sebagian warga menggunakan kacamata dan helm memandang sang surya, menyaksikan bentuk gerhana. 

Gerhana datang, anak-anak senang dan turis berdatangan ke Indonesia, devisa negara bertambah. Mitos dan ketakutan sudah berlalu. Anak-anak di berbagai tempat tak lagi bersembunyi, tak lagi merasa cemas. 

"Bentuknya seperti bulan sabit. Susah menatapnya, yang terlihat hanya sebahagian saja. Beda sama di Sumatera," kata Nurbaya, menceritakan pengalamannya saat menyaksikan gerhana. 

Mahasiswa Jurnalistik Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare, bernama Faizul Asri berhasil mengabadikan peristiwa dengan memotret menggunakan kamera HP. 

"Tadi pak sementara belajar di kampus, kami kira mendung ternyata pas keluar ruangan. Sudah ramai dari kelas sebelah ingin mengabadikan kejadian gerhananya, kami bersama teman mengabadikannya," katanya sambil perlihatkan hasil jepretannya. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...