Langsung ke konten utama

Bukan Belajar Merdeka

Dendang program baru di dunia pendidikan kian nyaring terdengar. Program Merdeka Belajar, terdengar hingga di sudut kota dan desa.

Para penghuni bersemangat mendengarkan program itu. Dengan penuh harap, agar bisa menjawab kegelisahan  orang-orang terdidik.

"Mau dibawa ke mana pendidikan kita," kata seorang penggiat literasi pada sebuah diskusi di Rumah Baca Cinta Damai (RBCD), Minggu, 15 Desember 2019.

Program terbaru dari sang nahkoda dunia pendidikan terdengar riang. Penghuni menyambut suka cita.

Di pulau seberang, program itu kian nyaring terdengar. Buatlah menu yang pas, campurkan rempah agar sesuai lidah Indonesia.

Sajikan menu yang bergizi seimbang agar tidak menimbulkan sakit.

Menu empat sehat lima sempurna agar menu itu aman dikonsumsi bagi seluruh penghuni. Tidak menimbulkan penyakit. Tentu menu dengan aroma dan cita rasa Indonesia. Penghuni dunia pendidikan masih berbisik, mau dibawa kemana pendidikan di negeri zambrut khatulistiwa.

Setiap lima tahun berubah kebijakan. Setiap pergantian punggawa, program juga  berubah. Kini, ada program yang berisi hal baru; Merdeka Belajar. Tentu Bukan Belajar Merdeka.

 Bungkuslah program itu dengan kemasan yang indah dan isilah dengan nilai dan norma sesuai tatanan budaya luhur bangsa Indonesia.

Dialogpun digagas, mencari apa yang hilang dari pendidikan kita, sehingga program anyar bisa perbaiki pendidikan kita. Masih banyak yang tidak menginternalisasi nilai pendidikan dalam dirinya. Pendidikan kita sebenarnya berubah.

Tapi, tiba-tiba PISA, mengeluarkan hasil survei, membuat kita semakin tertinggal. Bak hantu, membuat semua pihak terkejut. Pendidikan kita sebenarnya sudah berjalan.

Tapi negara lain berlari kencang. Pendidikan itu, memahami situasi di mana kita hidup. Saat ini, Anda bisa belajar di rumah, bisa menjadi penguasaan ilmu hanya sekali klik di internet.

Cerita Penggiat Pendidikan
"Di negara maju, pendidikan dikelola secara profesional. Mengelola tanpa ada ribut-ribut. Mereka sudah membuat perencanaan dengan baik serta target yang ingin dicapai dan target itu harus dicapai," kata Founder RBCD, Dr Asniar Khumas.

Di negara kita, pendidikan dianggap sebagai rutinitas administrasi, bukan urgensi. Napas dari pendidikan sering terlewatkan. Generasi milineal harus memiliki keterampilan masa depan, daya pikir analitik dan jiwa kritis yang dibutuhkan membangun. Bukan asal bapak senang (ABS).

"Saya tergabung di sebuah grup media sosial, di situ banyak pejabat-pejabat, setiap ada ide atau gagasan. Pejabat langsung memberi respon, pasang gambar jempol. Bukan jempol yang dibutuhkan, tapi sikap kritis dan perbuatan yang menginspirasi," kata dosen Psikolog Universitas Negeri Makassar (UNM) itu.

Anda ingin diingat, tidak perlu golongan yang tinggi dan jabatan yang tinggi. Tapi, jadilah sosok yang menginspirasi. Saling memberi kontribusi, jangan ada yang merasa dijatuhkan. Isi dirimu, sebelum kamu berbagi. Jangan selalu dilayani. Tapi, berusaha melayani.

Ia menceritakan, pernah jalan-jalan ke perpustakaan di Paris, 17 tawer dan 17 lantai, semua isi bumi, termasuk ceritanya hingga bumi hancur serta miniaturnya ada di dalam perpustakaan. Perpustakaan itu akan merangsang anak didik mencintai dunia sains.

Di negara maju seperti Singapora, perpustakaan dirancang dan dibangun perusahaan. Orang kaya di negeri Singa itu bangun perpustakaan dari CSR. Di negara kita, banyak pengusaha pamer mobil mewah.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Parepare, Arifuddin Idris, mengurai benang kusut pendidikan,

Baginya persoalan kurikulum kita tak pernah tuntas. Pernah memiliki dua kurikulum, yaitu KTSP dan Kurikulum 2013 diterapkan secara bersamaan. Bukan tidak bisa, tapi kurikulum itu rohnya pendidikan.

Belum tuntas Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), muncul Kurikulum 2013, kini muncul lagi kebijakan baru, Merdeka Belajar.

"Jadi betul kata Pak Menteri Nadiem Makarim, yang dibutuhkan kompetensi, akreditasi tak jamin mutu, hari ini anak didik kita jago konsep akademik, ketika dihadapkan masalah tidak bisa," katanya.

Masyarakat kadang terlena, semua urusan belajar anaknya diserahkan ke sekolah. Guru sudah mengajar anaknya baik-baik di sekolah, tapi lain diajarkan di rumah sehingga perlu komunikasi yang baik antar guru dan orang tua. Menyambungkan pendidikan di sekolah dan di rumah.

"Kami akan buka buku penghubung guru dan orang tua secara online sehingga komunikasi guru di  sekolah dan orang tua di rumah berjalan dengan baik," katanya.

Masalah lain, pedagang, mestinya membantu pendidikan, tapi ada ditemukan mereka menjual rokok kepada anak sekolah yang masih duduk di SMP. Dulu masyarakat kita peduli dan menyelesaikn masalah seperti itu. Sekarang, mereka tak peduli.

Anak putus sekolah, bukan karena biaya pendidikan, dia bekerja jadi buruh, tukang parkir, Mereka membantu ekonomi keluarganya.

Pemerintah telah menyediakan anggaran Rp52 miliar dengan rincian  Rp22 miliar untuk BOS,  Rp15 miliar DAK, BOP dan dana gratis Rp5 miliar. Sisanya membiayai program yang telah ditetapkan.

Ketua Komisi II DPRD Kota Parepare, Kamaluddin, mengakui, setiap lima tahun, berganti kebijakan, setiap perubahan orde selalu berubah.

Saat ini, pemerintah akan menerapkan uji kompetensi minimum dan survei karakter mengevaluasi anak didik.

Ia berharap, target dari program Merdeka Belajar bisa dicapai. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan karakter sangat baik. Bukan lagi hapal rumus dan teori.

Mendukung program Merdeka Belajar, setiap daerah wajib menganggarkan 20 persen dari APBD untuk pendidikan. Anggaran itu, untuk menghasilkan pendidikan berkualitas. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...