Langsung ke konten utama

Melestarikan Tari Jeppeng Bacukiki

Diiringi musik gambus, khas Timur Tengah, para penari mulai menggoyangkan kaki dan tangan, mengikuti irama musik rebana. Perempuan dari berbagai latar belakang profesi itu menyemarakkan Festival Salo Karajae dengan tari tradisional asli Bacukiki.

Tari tradisional asli Kota Parepare itu, merupakan kekayaan Indonesia, warisan leluhur bangsa. Hampir setiap daerah memiliki tarian tersendiri. Tari Jaipong dari Jawa Barat, Tari Mappadendang dari Sulawesi Selatan, Tarian Pakkuru Sumange dari Soppeng, dan Tari Jeppeng khas Bacukiki, serta masih banyak lagi.
Di setiap tarian memiliki makna atau pesan tersendiri dalam gerakannya. Salah satunya adalah tarian Jeppeng yang berasal dari Bacukiki, Kota Parepare, yang masih tetap dilestarikan Andi Nurhanjayani.

Puang Anja begitu ia disapa, menceritakan sejarah Tari Jeppeng yang berkembang bersama di masa islamiyah sejak ratusan tahun lalu. Tarian Jeppeng Bacukiki, terus dilestarikan.

Zaman dahulu, tari ini diperankan keluarga bangsawan, pemuka masyarakat, atau tokoh agama.Puang Anja mengatakan, tarian diiringi musik gambus berasal dari Timur Tengah,  berawal dari tarian Zapin.

Seiring dengan bekembangnya zaman tarian ini dimodifikasi sehingga terbentuk tarian Jeppeng. Tarian Jeppeng yang didominasi wanita ini, awalnya dikerjakan kaum adam, saat ada pesta atau hajatan.

Tarian Jeppeng Bacukiki, kata dia, awalnya diiringi musik gambus dari keturunan Arab, personelnya berlokasi di Labukkang Kota Parepare, bernama Inse' Toha. Awal berkembangnya tarian ini berasal dari Ketua Kejaksaan Negeri Parepare pertama, Andi Hamsi.

Beliau adalah orang Bacukiki, dan hobbynya menari Jeppeng. Ia mengajak istrinya, Hj Andi Sundawi untuk memperagakan tarian ini.

Hj Andi Sundawi, wanita pertama, yang memperagakan tarian Jeppeng di Bacukiki.
Setelah diperagakan sepasang suami istri itu, mulailah anak cucunya berbondong-bondong mempelajari tarian Jeppeng Bacukiki dan mulai mengikuti perkembangan zaman.
"Tarian Jeppeng ini diwajibkan memakai sarung. Saya mencoba melestarikan sesuai ajaran syariah. Penari Jeppeng menutup aurat, menggunakan lipa sabbe (sarung sutra). Tarian ini memiliki nilai agama di dalamnya, sehingga lagu-lagu yang saya fokuskan adalah lagu-lagu salawat walaupun lagu lainnya juga bisa. Tetapi kita fokuskan pesan religi," katanya.

Selama ini, kata mantan anggota DPRD Kota Parepare dua periode itu, tarian Jeppeng Bacukiki yang diperagakan saat acara tertentu bukan tarian pergaulan, melainkan ajang silaturahmi antar keluarga, menghormati tamu yang datang.
Menurutnya, budaya yang tidak dilestarikan perlahan akan mati.

Puang Anja setelah sekian lama meniggalkan Kota Parepare, kembali ke Kota Parepare pada tahun 90'an, dan menetap di Bacukiki.

Baginya melestarikan budaya dan tarian Jeppeng Bacukiki, ia mengajak keluarga, mengajarkan orang-orang luar, sahabat, dan warga sekitar Parepare.

Saat ini, tarian khas Bacukiki masih berkembang sampai sekarang. Puang Anja pun masih menerima anggota baru.

"Jika mau belajar di komunitas tarian Jeppeng, maka jangan abaikan keluargamu. Jeppeng mengajarkan kegotongroyongan, kekeluargaan," pesannya.

Tarian Jeppeng dibawah Koordinator Puang Anja, pernah merebut Rekor Muri tahun 2007, dengan peragakan tarian Jeppeng yang melibatkan semua instansi, dan elemen masyarakat, berjumlah 8.600 orang, memadati Lapangan Andi Makassau kala itu.

Pada Festival Salo Karajae dan Festival Mallipa, tarian Jeppeng kembali ambil bagian menyemarakkan acara itu. Tamu istimewa disambut tarian khas Bacukiki. Tarian Jeppeng ditampilkan dengan melibatkan ratusan perempuan baju khas bugis, baju bodo.

Kapolda Sulawesi Selatan, Irje Pol Mas Guntur Laupe, memberikan respon positif. Ia berencana mengundang penari Jeppeng ke rumah dinasnya di Makassar.
Jenderal putra Parepare itu, berharap Tari Jeppeng tetap dilestarikan.

"Kami minta dilestarikan, jangan dilupakan. Dulu Tari Jeppeng hanya di acara pengantin, sekarang menjadi warisan dan budaya bangsa," katanya saat menghadiri Festival Salo Karajae.

Sejarah Tari Jeppeng
Tarian Jeppeng awalnya dibawa saudagar Arab ke Indonesia, sejak abad ke enam belas. Tarian khas bugis ini masih dilestarikan masyarakat setempat. Jeppeng memiliki makna pergaulan.

Tarian ini biasanya menyambut tamu undangan dan mempererat hubungan silaturahmi untuk mengisi acara pengantin, khitanan dan syukuran kelahiran bayi. Jeppeng mengajarkan pergaulan dan kegembiraan.
Penari Jeppeng biasanya mengenakan pakaian khas, laki-laki mengenakan songko to Bone dan sarung sabbe. Menguasai tarian jenis ini tidak memakan waktu cukup lama, jika rutin latihan.
Pemula cukup dua minggu, namun jika tidak maka akan memakan waktu berbulan-bulan. Seniman tari Jeppeng berharap kesenian tersebut bisa dilestarikan. Anak muda harus melestarikan budaya dan tarian Jeppeng (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengejar Asa

Terik matahari tak membuat relawan literasi Rumah Masagenae, Rumah Belajar Cinta Damai (RBCD), berhenti.Mereka tetap bersemangat membimbing anak-anak putus sekolah. Mereka berharap, kelak,memiliki masa depan yang cerah, seperti anak-anak pada umumnya.  Pada Sabtu, 8 Februari, tepat pukul 14.25 Wita, relawan bergerak menemui anak jalanan di sudut kota. Relawan bergerak menuju tempat favorit mereka di tengah Kota Bandar Madani. Saat tiba di lokasi, dari jauh, sudah terlihat empat anak-anak kecil berambut kriting, kulitnya putih, mengenakan baju berwana biru.  Duduk di tepian jalan. Temannya memanggilnya IS (nama samaran), ia duduk di belakang sebuah mobil bersama dua kawannya asyik bersenda gurau, ia memegang kaleng, duduk di atas balai-balai beralaskan papan.   "Apa dibiki dek," tanya Nisa, salah satu fasilitator di RBCD. "Lagi tunggu kapal kak," jawab anak laki-laki bertubuh tambun.  "Ayo mi ke RBCD, kita belajar dan bermain lagi," ajaknya.   "Ih, k...

Inilah Pesan Terakhir Abu Bakar Juddah

Kabar duka menyelimuti civitas akademika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Parepare,  guru dan dosen senior di kampus hijau tosca, Dr Abu Bakar Juddah, meninggal dunia, Rabu, 18 November 2020, di kediamannya.  “Selamat Jalan Saudaraku,” ucap Wakil Rektor II Dr H Sudirman L saat pelepasan jenazah almarhum Abu Bakar Juddah, di kediamannya BTN Griya Pondok Indah B Nomor 17 Kebun Sayur, Kecamatan Soreang, Kota Parepare. Kabar berpulangnya ke Rahmatullah mantan Wakil Rektor III Bidang Kerjasama dan Kemahasiswaan IAIN Parepare itu, mengagetkan civitas akademika IAIN Parepare. Dosen dan mahasiswa, melayat ke rumah duka dan mendoakan almarhum agar mendapat tempat paling indah di sisi-Nya. Mereka memasang stutus di media sosialnya dilengkapi dengan foto almarhum, sebagai tanda berduka cita. Rektor IAIN Parepare Dr Ahmad Sultra Rustan, menceritakan kenangan bersama almarhum. Rektor mengenang almarhum sebagai sosok penuh dedikasi, santun, bersahaja, dan bersahabat. "Almarhum seperti sau...

Dekaplah Anakmu

"Didiklah anak ayah dan bunda kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual agar kelak menjadi generasi yang berakhlak mulia," kata seorang ibu kepada anaknya. Anak-anakmu akan menjadi generasi yang menggantikan kita semua. Sehingga ayah dan bunda serta guru memang harus duduk bersama untuk bentuk karakter anak agar mengerti agama dan budayanya. "Saya mengajak ayah dan bunda agar meluangkan waktu di tengah kesibukan kita, memberikan perhatian kepada anak-anak kita. Waktu anak-anak di sekolah sangat terbatas," katanya.  “Suatu saat ayah, merindukan anaknya. Tapi banyak anak yang meluapkan dekapan ayahnya." Tempat  keluarga sebagai maadrazah pertama bagi anak. Berikan perhatian dan waktu yang lebih untuk anak-anak kita.  "Kita perlu gerakan 1821. Yakni pukul 18.00 Wita-pukul 21.00 Wita, televisi dan internet dimatikan. Ayo kita duduk bersama anak, berdiskusi dan saling berbagi pengetahuan. Saya yakin anak-anak akan merinduk...