Apa kabar guruku? Mungkin kabarnya tidak begitu baik, ada kegelisahan. Gelisah karena anak didiknya belum mampu menerapkan dan mengamalkan pendidikan karakter dengan baik di sekolah, masyarakat, maupun di rumah.
Gelisah karena strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan belum mampu membuat anak didiknya menyerap semua materi yang diajarkan dengan baik. Jika kabarnya baik, maka mungkin guru merasa enjoy berada di zona nyaman dan tak keluar dari zona nyaman.
Guru yang berada di zona nyaman, pasti tidak mau keluar dari zona itu. Cobalah keluar dari zona itu dengan sebuah gagasan menciptakan strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang membuat anak didik bisa merindukan guru di kelas.
Saat ini, guru memiliki tantangan besar, pendidik harus memiliki bekal yang baik menghadapi anak-anak milenial. Anak-anak milenial yang serba digital, masih di rahim ibunya sudah mengenal android dan hidup di dunia generasi digital.
Bisa dibayangkan guru hidup di generasi revolusi industri 3.0, mendidik anak milenial di revolusi industri 4.0 yang serba digital. Semoga para guru kita, mau ke luar dari zona nyaman, agar bisa beradaptasi dengan generasi milenial yang serba digital.
Banyak sekolah yang melarang anak didiknya membawa Smartphone ke sekolah, padahal pembelajaran mestinya dirancang berbasis digital. Pihak sekolah masih sibuk dengan literasi baca tulis.Mereka belum melek dengan literasi sains, literasi digital, dan literasi e-comers.
Itu sekelumit cerita saat dialog pendidikan meneropong tantangan guru dari dekat. Apa kabar guru? yang dipandu moderator Tri Astoto dan menghadirkan narasumber Wakil Sekretaris Dewan Pedidikan Kota Parepare Dr Irwan Idrus, Wakil Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Parepare Hisbullah, dan guru berprestasi Fadlan.
Menurut Hisbullah, Organisasi guru profesi guru berperan meningkatkan mutu pendidikan. Ia meminta semua pihak agar tidak menyeret kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan ke jalur politik.
Pendidikan bukan tempat berpolitik, tapi mendidik, membina, mengajar, mengevaluasi, dan membimbing didik.
Ia menyarankan agar status kepegawaian guru dikembalikan ke pemerintah pusat agar mereka lebih profesional dan bekerja sesuai kompetensi yang dimiliki. Guru harus fokus mengajar dan mendidik anak-anak. Paling penting perbaiki akhlak anak didik.
Hisbullah mengaku, PGRI telah berjuang untuk kemajuan pendidikan dan kesejahteraan guru. Kini guru sudah menikmati tunjangan sertifikasi. Meski mutu pendidikan belum bisa bersaing dengan negeri jiran seperti Singapura dan Malaysia.
Dr Irwan Idrus mengatakan, Dewan Pendidikan Kota Parepare, telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) agar menerapkan sistem zonasi.
Selain itu, kata dia, masih ditemukan adanya rombongan belajar (rombel) tidak sesuai aturan. Masih ada sekolah mengisi satu rombel 36-40 peserta didik. Sedangkan ada sekolah hanya menerima enam peserta didik.
"Dewan Pendidikan Kota Parepare telah memberikan rekomendasi agar dilakukan pemerataan tenaga pendidik dan penerimaan peserta didik baru dipusatkan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Dialog dihadiri orang tua peserta didik, komite sekolah, guru, dosen, dan mahasiswa itu, terungkap guru yang baik adalah guru bisa memberikan inspirasi kepada anak didiknya.
Inspirasi yang dimaksud, guru memberikan contoh, teladan dan nasihat agar mau belajar tanpa rasa takut jika salah dan dikatakan tidak mampu. Mencontohkan belajar yang tak mau menyerah.
Guru harus bisa mengajak anak didiknya belajar dari yang merasa tidak bisa apa-apa menjadi bisa. Guru juga harus mengajarkan anak didiknya sifat rendah hati.
Anak-anak yang berhasil di masa depan adalah anak yang diajarkan orangtua dan guru-guru luar biasa, bukan bergantung dari sekolah besar dan terkenal.
Guru profesional adalah guru yang harus bisa memberi motivasi untuk berani menghadapi hidupnya. Zaman dulu, tak ada generasi muda yang ingin menjadi guru karena gaji guru selalu dianggap kecil.
Saat ini, guru telah mendapatkan tunjangan, guru menikmati hasil kerja kerasnya mendidik anak bangsa. Tapi jangan lupa tanggung jawabnya mendidika anak didiknya dengan penuh kasih sayang agar mereka nyaman belajar tanpa dibatasi dinding kokoh.
Kini anak didik harus belajar dengan berbagai sumber, anak-anak bisa mengakses sumber belajar begitu banyak di internet. Orang tua dan anak cukup mengawasi dan mendampingi anak didik saat berselancar di dunia maya. (*/ril)
Gelisah karena strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan belum mampu membuat anak didiknya menyerap semua materi yang diajarkan dengan baik. Jika kabarnya baik, maka mungkin guru merasa enjoy berada di zona nyaman dan tak keluar dari zona nyaman.
Guru yang berada di zona nyaman, pasti tidak mau keluar dari zona itu. Cobalah keluar dari zona itu dengan sebuah gagasan menciptakan strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang membuat anak didik bisa merindukan guru di kelas.
Saat ini, guru memiliki tantangan besar, pendidik harus memiliki bekal yang baik menghadapi anak-anak milenial. Anak-anak milenial yang serba digital, masih di rahim ibunya sudah mengenal android dan hidup di dunia generasi digital.
Bisa dibayangkan guru hidup di generasi revolusi industri 3.0, mendidik anak milenial di revolusi industri 4.0 yang serba digital. Semoga para guru kita, mau ke luar dari zona nyaman, agar bisa beradaptasi dengan generasi milenial yang serba digital.
Banyak sekolah yang melarang anak didiknya membawa Smartphone ke sekolah, padahal pembelajaran mestinya dirancang berbasis digital. Pihak sekolah masih sibuk dengan literasi baca tulis.Mereka belum melek dengan literasi sains, literasi digital, dan literasi e-comers.
Itu sekelumit cerita saat dialog pendidikan meneropong tantangan guru dari dekat. Apa kabar guru? yang dipandu moderator Tri Astoto dan menghadirkan narasumber Wakil Sekretaris Dewan Pedidikan Kota Parepare Dr Irwan Idrus, Wakil Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kota Parepare Hisbullah, dan guru berprestasi Fadlan.
Menurut Hisbullah, Organisasi guru profesi guru berperan meningkatkan mutu pendidikan. Ia meminta semua pihak agar tidak menyeret kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan ke jalur politik.
Pendidikan bukan tempat berpolitik, tapi mendidik, membina, mengajar, mengevaluasi, dan membimbing didik.
Ia menyarankan agar status kepegawaian guru dikembalikan ke pemerintah pusat agar mereka lebih profesional dan bekerja sesuai kompetensi yang dimiliki. Guru harus fokus mengajar dan mendidik anak-anak. Paling penting perbaiki akhlak anak didik.
Hisbullah mengaku, PGRI telah berjuang untuk kemajuan pendidikan dan kesejahteraan guru. Kini guru sudah menikmati tunjangan sertifikasi. Meski mutu pendidikan belum bisa bersaing dengan negeri jiran seperti Singapura dan Malaysia.
Dr Irwan Idrus mengatakan, Dewan Pendidikan Kota Parepare, telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) agar menerapkan sistem zonasi.
Selain itu, kata dia, masih ditemukan adanya rombongan belajar (rombel) tidak sesuai aturan. Masih ada sekolah mengisi satu rombel 36-40 peserta didik. Sedangkan ada sekolah hanya menerima enam peserta didik.
"Dewan Pendidikan Kota Parepare telah memberikan rekomendasi agar dilakukan pemerataan tenaga pendidik dan penerimaan peserta didik baru dipusatkan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Dialog dihadiri orang tua peserta didik, komite sekolah, guru, dosen, dan mahasiswa itu, terungkap guru yang baik adalah guru bisa memberikan inspirasi kepada anak didiknya.
Inspirasi yang dimaksud, guru memberikan contoh, teladan dan nasihat agar mau belajar tanpa rasa takut jika salah dan dikatakan tidak mampu. Mencontohkan belajar yang tak mau menyerah.
Guru harus bisa mengajak anak didiknya belajar dari yang merasa tidak bisa apa-apa menjadi bisa. Guru juga harus mengajarkan anak didiknya sifat rendah hati.
Anak-anak yang berhasil di masa depan adalah anak yang diajarkan orangtua dan guru-guru luar biasa, bukan bergantung dari sekolah besar dan terkenal.
Guru profesional adalah guru yang harus bisa memberi motivasi untuk berani menghadapi hidupnya. Zaman dulu, tak ada generasi muda yang ingin menjadi guru karena gaji guru selalu dianggap kecil.
Saat ini, guru telah mendapatkan tunjangan, guru menikmati hasil kerja kerasnya mendidik anak bangsa. Tapi jangan lupa tanggung jawabnya mendidika anak didiknya dengan penuh kasih sayang agar mereka nyaman belajar tanpa dibatasi dinding kokoh.
Kini anak didik harus belajar dengan berbagai sumber, anak-anak bisa mengakses sumber belajar begitu banyak di internet. Orang tua dan anak cukup mengawasi dan mendampingi anak didik saat berselancar di dunia maya. (*/ril)
Komentar