Kekerasan yang terjadi di dunia pendidikan seperti
fenomena gunung es. Mencegah kekerasan, energi guru sebaiknya diarahkan untuk peduli ke anak didik. Saatnya guru memberikan tindakan yang memenuhi kebutuhan para anak didik yang
belum terpenuhi di lingkungan keluarga.
Tanggung jawab seorang pendidik sangat besar, di tangan seorang guru nasib
bangsa ditentukan. Guru membibing, mendidik, mengajar, mengawasi, dan
melakukan evaluasi terhadap anak didik. Guru
haruslah menjadi pengganti sang ibu yang menyayangi dan empatik terhadap
perkembangan psikologis dan moral anak didiknya.
Guru dituntut untuk melakukan kreatifitas untuk membangun suasana belajar nyaman,
aman, dan tentaram sehingga dapat tercipta sumber daya manusia yang santun dan
bermartabat. Guru juga manusia biasa yang bisa khilaf, hilang kesabaran, punya
permasalahan dan tingkat emosional yang berbeda pula.
Guru harus memandang para anak didik lebih penting daripada materi pelajarannya dan memahami tugas utama adalah mendengarkan para muridnya keluh dan kesah. Menciptakan sebuah suasana yang hangat, mengenal murid secara individual, memperlihatkan empati, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan akademik dan emosional para anak didik.
Secara yuridis formal perintah melindungi anak-anak dari kekerasan sudah diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bahkan, Pasal 28 B atau 2 UUD 1945, secara eksplisit menjamin perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
Guru harus memandang para anak didik lebih penting daripada materi pelajarannya dan memahami tugas utama adalah mendengarkan para muridnya keluh dan kesah. Menciptakan sebuah suasana yang hangat, mengenal murid secara individual, memperlihatkan empati, dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan akademik dan emosional para anak didik.
Secara yuridis formal perintah melindungi anak-anak dari kekerasan sudah diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Bahkan, Pasal 28 B atau 2 UUD 1945, secara eksplisit menjamin perlindungan anak dari kekerasan, eksploitasi, dan diskriminasi.
Guru sebagai orang yang berhadapan dengan anak tentunya menjadi pelopor
anti kekerasan kepada anak jangan malah sebaliknya.Guru perlu paham bahwa
pelanggaran terhadap hak anak mengkhawatirkan kelangsungan hidup berbangsa dan
bernegara. Kekerasan terhadap anak membawa dampak yang permanen dan
berjangka panjang.
Guru sebagai orang yang dipandang dekat dengan anak di sekolah perlu membentuk sebuah gerakan ramah anak. Guru-guru harus kompak untuk tidak melakukan kekerasan hanya untuk memahamkan materi kepada anak. Sentuhlah anak dengan ramah dan sesuai dengan jiwanya, niscaya anak akan berkembang dengan hati yang mulia dan etika yang baik. Kekerasan biarkan menjadi bagian masa lalu. Guru sepatutnya mengubur dalam-dalam pola kekerasan itu. Mulailah dengan babak baru.
Guru sebagai orang yang dipandang dekat dengan anak di sekolah perlu membentuk sebuah gerakan ramah anak. Guru-guru harus kompak untuk tidak melakukan kekerasan hanya untuk memahamkan materi kepada anak. Sentuhlah anak dengan ramah dan sesuai dengan jiwanya, niscaya anak akan berkembang dengan hati yang mulia dan etika yang baik. Kekerasan biarkan menjadi bagian masa lalu. Guru sepatutnya mengubur dalam-dalam pola kekerasan itu. Mulailah dengan babak baru.
Babak mengajar dengan ramah dan menyenangkan di
dalam kelas. Menurut Bulach, Brown, and Potter
(1998), perilaku-perilaku yang perlu dikembangkan oleh guru untuk menciptakan
lingkungan belajar yang peduli adalah: 1) Kemampuan untuk mengurangi kecemasan,
2) Keinginan untuk mendengarkan, 3) Menghargai perilaku-perilaku yang pantas, 4)
Menjadi seorang teman, 5) Menggunakan kritikan positif dan negatif secara tepat.
Banyak kasus yang timbul akibat dari tindak kekerasan yang dialami anak didik seperti mengkomsumsi narkoba. Selama ini banyak orang tua melepaskan anak didik ke sekolah tanpa pengawasan yang ketat. Padahal waktu di sekolah sangat terbatas. Orang tua perlu menanamkan kepedulian terhadap perkembangan mental anaknya.
Banyak kasus yang timbul akibat dari tindak kekerasan yang dialami anak didik seperti mengkomsumsi narkoba. Selama ini banyak orang tua melepaskan anak didik ke sekolah tanpa pengawasan yang ketat. Padahal waktu di sekolah sangat terbatas. Orang tua perlu menanamkan kepedulian terhadap perkembangan mental anaknya.
Sanksi/hukuman yang diberikan guru terhadap anak kadang disalahartikan orang
tua. Akibatnya, guru dilaporkan ke polisi oleh orang tua dengan tuduhan melakukan
tindak kekerasan dan penganiyaan. Orang tua sebaiknya memahami masalah yang
dihadapi anak di sekolah.
Masalah ini mestinya menjadi perhatian bersama, karena akibatnya sangat buruk
terhadap perkembangan dunia pendidikan dan mental anak di sekolah. Di sisi lain
guru menjadi takut untuk memberikan hukuman kepada anak bermasalah. Takut akan terlibat tindak pidana.
Dampak lain adalah anak merasa dilindungi dan dibela orang tua/wali.
Penulis sering mendengar cerita dari orang tua bahwa zaman dulu disiplin di sekolah sangat keras karena dipercaya mampu membentuk karakter
dan mental anak menjadi kuat. Satu-satunya cara untuk lolos dari hukuman
adalah dengan cara disiplin dan belajar. (*)
Komentar