Langsung ke konten utama

Postingan

Sedekah dan "Anggur Kuning"

Setiap pagi, saya  jogging, selain meregangkan otot-otot juga menghirup udara segar, agar badan makin  bugar di tengah pandemi  Corona Virus Disease (Covid-19). Patuhi protokol kesehatan, jaga kebersihan, jaga jarak, cuci tangan setelah beraktivitas di luar rumah, dan pakai masker untuk memutus mata rantai penyebaran Virus Korona. Jumat, 4 Desember, putriku Aisyah bersama bundanya jalan pagi, sekaligus beli nasi kuning, buat sarapan. Pagi itu ia tertarik menu nasi kuning. Saat perjalanan pulang, Aisyah tertarik sebuah tumbuhan merambat di pinggir jalan, buahnya mulai menguning dan pembungkus buah juga mengering. Di kampung saya, buah itu saya sebut anggur kuning. Buah kecil bulat, isinya mirip markisa. Namanya Markisa Hutan, rasanya manis. Tumbuhan itu tumbuh liar di semak. Aisyah memetik buah markisa hutan dan bawa pulang bersama nasi kuning dan kue. Tanaman Passiflora foetida itu tumbuh liar, seperti di hutan, pesisir pantai, sawah atau ladang terbuka.  Buahnya bisa dimakan. Menurut

Bukan Tamu Biasa

Kamis, 3 Desember, pewaktu menunjukkan pukul 11.00, cuaca cukup terik, posisi matahari mendekati ekuator (pertengahan) langit, kegiatan belajar mengajar via aplikasi Zoom di samping rumah, berakhir lebih cepat. Putriku Aisyah yang mengikuti pembelajaran jarak jauh (PJJ), di samping rumah, pindah ke dalam rumah. Dari depan rumah, terdengar suara cukup ramai. Istri saya mengintip dari jendela, tiga mobil jenis minibus parkir. Para penumpang turun dari mobil, lalu membuka pintu pagar. "Assalamualaikum," ucap salah seorang tamu mengucapkan salam, sambil buka pintu pagar. "Waalaikummusalam, masuki (masuk)" jawab istri saya, bergerak jemput tamu di depan rumah. Tamu itu, bukan tamu biasa, mereka mengendarai mobil dinas dan pribadi. Nampak Kepala Dinas Pertanian, Kelautan, dan Perikanan (PKP), Wildana. Selain itu Mantan Kepala Kantor Ketahanan Pangan, Rostina, mantan Anggota DPRD Kota Parepare, Nurhanjayani, dan sejumlah pengurus organisasi perempuan lainnya. Istri saya pe

Desember

     Ilustrasi. Net Pagi itu, di Awal Desember 2020,   matahari tampak malu  beranjak dari peraduan,  udara pagi di sekitar perbukitan Bacukiki sejuk, awan terlihat gelap. Rinai rintik seolah menyambut pagi. Menjelang siang, suhu atmosfer naik, keringat mulai bercucuran. Pada sore hari, matahari turun ke garis cakrawala, suhu udara kembali normal, sekira 28 derajat celcius. Ya, suhu normal di daerah beriklim tropis Kini, musim hujan mulai melanda berbagai daerah di Indonesia, termasuk, Kota Parepare.  Kota kecil yang ramah dan rumah  bagi semua. Saat malam hari, lampu penuh warna-warni, manjakan mata. Saat sore, saya merapikan buku-buku di rak yang berantakan dan tak teratur. Selalu dijamah selama pandemi.  Di tengah menata buku, saya menemukan  amplop putih, di ujung kiri, bagian atas tertulis tinta hitam, "Heril'.  Sebenarnya bukan nama saya, tapi tujuan surat itu saya. Surat itu saya simpan dengan rapi. Surat itu kelak jadi kenangan manis, saat kalender berpindah ke 2021. S

JI Pertahankan Budaya Islami dan Riset

                                           Harlah kedua Prodi JI di Pantai Lowita 2019 Tahun lalu (2019), saya bersama mahasiswa  dan Ketua Prodi Jurnalistik Islam, Dr Muhammad Qadaruddin, peringati hari lahir Prodi JI, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) IAIN Parepare yang kedua di Pantai Lowita.  Saat itu, saya didaulat berbagi cerita soal terik menulis dengan gaya bertutur. Semua perwakilan mahasiswa hadir menyemarakkan harlah JI. Meski sederhana, tapi suasana akademik dan ritual budaya Islam tetap terasa. Para mahasiswa tetap melakukan reset kecil.  Kini JI sudah menjelma menjadi prodi diminati mahasiswa (i), tempat mengasah  dan menempah diri. Prodi JI menawarkan kurikulum berbasis informasi dan teknologi, mahasiswa bukan hanya diajarkan trik dan tips menulis atau menjadi penulis, tapi mereka berdakwa via media sosial, seperti Youtube di chanel Literacy News, Facebook, Instagram, dan lainnya. Dr Muhammad Qadaruddin, mengatakan, mahasiswa  Prodi JI dilatih menjadi jurnalis

Belajar dari Jukir dan Bob Sadino

Ilustrasi/foto : youngontop.com Minggu pagi, saya ke Anjungan Tunai Mandiri (ATM) di bilangan Jalan Jenderal Sudirman Kota Parepare, ATM itu berada di dalam mini market. Setelah menarik uang, saya keluar. Saya tidak belanja, segera pulang ke rumah.  Saat naik di motor, perhatian saya tertuju pada seorang juru parkir (Jukir), sudah renta, mengenakan rompi dan topi. Lengkap dengan id card. Berdiri di depan pintu mini market, menunggu pengendara mampir belanja, ia menjual jasa, menjaga kendaraan yang parkir. Dia tak menagih retribusi parkir ke saya. Pak tua itu tahu, saya hanya menarik uang, sehingga tak meminta membayar parkir. "Pak, tabe (maaf) sini," pintaku memanggil juru parkir itu. Dia mendekat. "Ada apa Nak," tanyanya. "Ini pak, uang parkirnya," kataku. "Terima kasih Nak," jawabnya. Dia tiba-tiba bercerita dan mengalihkan perhatianku kepada seorang nenek berjalan kaki,  membawa belanjaan cukup banyak. Beliau sempat menyapanya dan menawarkan b

Mengukur Rasa?

ilustrasi, siswa pelajar.com   Saya ditantang teman,  membuat cerita  Sains dengan gaya bertutur, ala Fisika yang berisi pesan moral dan cinta. Hem, agak lebay. Tapi, tak usah lebay. Tantangan itu saya terima, memaksa saya kembali membaca buku Fisika karangan Prof Yohanes Surya, buku itu saya dapat dari Surya Institut, saat mengikuti pelatihan Eksplorer Fisika dengan fokus Fisika Gasing (Gampang, Asyik dan Menyenangkan) 2007 di Bogor. Buku itu mengupas fenomena alam, tanpa rumus, memudahkan pembaca memahaminya. Simpel. Tapi, saya tak mau bahas Fisika Gasing, saya akan bercerita besaran dan satuan. Cerita ini biasa bagi mahasiswa Fisika atau Sains.  Besaran itu sesuatu yang bisa diukur dan dinyatakan dengan angka atau nilai. Hem, apakah cinta itu besaran, apakah cinta itu bisa diukur, apakah cinta memiliki arah. Entahlah...  Saat engkau di sampingku, besaran cinta itu akan bertumbuh setiap detik. Memberikan nilai yang  tidak lekang dimakan usia.  Itu kalau cintanya tulus. Cinta yang tul

Tukang Jahit Saja Belajar Fisika

                                                  ilustarasi. net Konon, ada seorang bapak yang berprofesi sebagai tukang jahit, menyuruh anaknya membeli kain di pasar. Ia pesan kain sepanjang 20 jengkal. "Tolong Nak, ke pasar beli kain, 20 jengkal," pintanya sambil memberikan catatan berisi ukuran dan jenis kain yang dipesan. Sang anak tanpa eling ke pasar mematuhi titah orang tua. Saat tiba  di pasar, ia memesan kain sesuai pesanan bapaknya. "Bu, bapak saya pesan kain 20 jengkal," katanya kepada penjual kain sambil menyerahkan kertas putih berisi detail kain pesanan. Penjual kain, mengambil kain dan memotong menggunakan gunting, lalu mengukur menggunakan jengkal tangan kanannya,  Setelah dipotong dan diukur, kain pesanan dimasukkan dalam kantong plastik, lalu sang anak bawa pulang ke rumahnya. Saat tiba di rumah, kain itu diserahkan ke bapaknya.  "Ini  kainnya," katanya, sambil menyerahkan kain pesanan. Tukang jahit mengukur ulang menggunankan jengkal ta

Mengusik Magnet Cintamu

Saat dekat denganmu,  proton di tubuhku seolah menarik elektron yang ada di dalam tubuhmu, sehingga energi statis dalam tubuhku menimbulkan getaran dan gelombang baur (tidak teratur).  Elekron dan proton pun menyatu, jumlahnya sama. Menjadi atom newtron atau netral dan menghasilkan energi. Energi itu memberikan daya kejut luar biasa, membuat jantungku bergetar kencang, aliran darahku mengalir deras, seperti gelombang bunyi merambat melalui medium benda padat. Saat kutatap, cahaya cintamu membias  bayangan di wajahmu, sehingga engkau hadir tepat di retina mataku.  Terkadang membuatku tak bisa berpikir jernih, gegara pacaran radiasi pesonamu menimbulkan gelombang elektromagnet mengusik magnet cintamu. Kini, senyawa dan partikel perekat  cintaku terus bergerak menuju noktah, lalu berkumpul dan menimbulkan  gaya listrik dinamis dan energi potensial. Di saat kamu jauh dariku, partikel-partikel cintaku tak bisa diam, terus bergerak menghasilkan rasa. Cintaku terus memuai  dan menambah massa

Berperan bukan Baperan

Sampena hari guru nasional kali ini, sangat sederhana. Tuan Guru cukup buat status saja, selamat hari guru. Semoga tuan-tuan dan ibu guru terus  berdedikasi serta menginspirasi anak didiknya. Tak ada lagi guru bertugas sebagai pengibar bendera peringati hari guru, demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.  Enyahkan Covid dengan jaga jarak, pakai masker, dan cuci tangan. Jangan lupa tersenyum. Senyum guru dinanti anak didik. Semoga Covid segera berlalu. Saya hanya berbagi cerita, cerita ini mungkin biasa bagi kita, tapi luar biasa bagi orang lain. Beberapa tahun lalu, Tuan Guru mengundang  orang tua ke sekolah, selain bahas  perkembangan anak didik  juga menerima hasil belajar siswa selama satu semester.  Tuan Guru datang ke sekolah lebih pagi. Kali ini, ia tak berdiri di depan gerbang sekolah, menyambut generasi penerus bangsa.  Tuan Guru bersama anak didiknya memilih beres-beres kelas. Persiapkan segala sesuatu, menyambut orang tua di sekolah. Ruang kelas disapu dan dipel, diberik

"Pegawai Negeri Surga"

Pagi ini, saya  mengikuti seminar Alquran Sebagai Pedoman Hidup Umat Manusia dan Semesta.  Sebelumnya, saya mendaftar via link yang dibagikan di media sosial (medsos).  Pesertanya tidak banyak. Ya, 35 orang,  mungkin panitia tidak memberikan sertifikat. Tapi, panitia menyediakan sejumlah hadiah. Seminar ini digagas Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Wahdah Islamiyah Kota Parepare,  mengadirkan pemateri luar biasa, beliau adalah Hasbi Khalid Kannu, Dia alumni Universitas Qassim Kerajaan Arab Saudi. Sebenarnya temanya berat bagi saya, tapi disampaikan dengan bahasa ringan serta dalil Alquran dilengkapi dengan terjemahan, saya bisa memahami dengan baik. Terima kasih atas nasihat pagi ini. "Semoga menjadi amal jariah dan ilmu bermanfaat bagi saya dan peserta lainnya."  Mahasiswa Pascasarjana Universitas Qassim itu, berbagi tips mengamalkan Alquran. Saya tidak  menuliskan semua. Beliau mengajak, umat Islam membaca, memahami, mengamalkan, dan mentadaburi Alquran. "Siapa saja mengamal